REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Sejumlah pedagang kembang api mengeluhkan kebijakan Pemerintah Kota Solo terkait larangan menyalakan kembang api saat malam tahun baru.
"Permintaannya turun drastis, bahkan sampai 80 persen dibandingkan tahun lalu," kata salah satu penjual kembang api, Mey, di Solo, kemarin.
Ia mengatakan biasanya beberapa hari sebelum malam pergantian tahun seperti saat ini penjualan akan mulai mengalami peningkatan.
"Biasanya penjualan meningkat menjelang malam tahun baru, seperti saat ini biasanya pembeli banyak yang datang karena kalau sudah mepet malam tahun baru kan agak sulit mencari yang sesuai keinginan," katanya.
Pedagang lain, Tuti, mengatakan karena di Solo ada larangan menyalakan kembang api saat tahun baru, ia memilih untuk menjual kembang api di Boyolali.
"Saya jualnya pindah, sudah beberapa hari ini di Boyolali dan penjualannya bagus, terus mengalami peningkatan dari hari ke hari," katanya.
Ia mengatakan jenis kembang api yang banyak diminati konsumen adalah yang harganya di bawah Rp 100.000. Meski demikian, tidak sedikit juga yang membeli kembang api dengan harga hingga ratusan ribu rupiah.
Sebelumnya, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan sudah membuat surat edaran (SE) terkait larangan menyalakan kembang api saat malam pergantian tahun.
Ia mengatakan alasan larangan tersebut karena menyalakan kembang api dinilai tidak bermanfaat. Selain itu dengan tidak adanya aktivitas menyalakan kembang api diharapkan kondisi Kota Solo akan lebih kondusif.
Sebagai gantinya, pihaknya akan menyiapkan gong yang tersebar di beberapa titik di Jalan Slamet Riyadi. Nantinya pada malam pergantian tahun, gong tersebut akan dipukul bersama-sama sehingga suasananya akan lebih meriah.
"Kami memilih gong karena sekaligus menunjukkan bahwa Solo itu sebagai kota budaya yang selalu menghargai, menghormati, dan melestarikan nilai budaya yang adi luhung," katanya.