Sabtu 23 Dec 2017 00:01 WIB

Tiap Hari Ada 500 Pengendara Ojek Online Baru di Bekasi

Pengemudi ojek online.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengemudi ojek online.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Jawa Barat, memproyeksikan penambahan pengendara ojek online di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi diperkirakan mencapai 500 orang per hari.

"Pada 2017 saja, jumlah ojek online yang kami data melalui pangkalan-pangkalan di Kota Bekasi sudah tembus sedikitnya 5.000 pengendara," kata Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Kota Bekasi Johan Budi Gunawan di Bekasi, Jumat (22/12).

Penambahan ojek online itu, kata Johan, diketahui saat ia melakukan koordinasi pengalihan arus angkutan umum dan ojek online di Stasiun Kereta Api Bekasi Jalan Ir H Djuanda Bekasi Timur baru-baru ini. "Penambahan ojek online pengakuan pimpinan paguyuban ojek online," katanya.

Menurut dia, jumlah pengendara ojek online di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi diperkirakan terus bertambah seiring dengan tingginya antusiasme masyarakat terhadap moda transportasi jenis itu. Namun demikian, Johan memperkirakan penambahan pengendara ojek online tersebut berpotensi menambah kepadatan lalu lintas di Kota Bekasi yang kini tercatat mencapai 19 titik kawasan.

"Bahkan dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas karena mereka dapat parkir di trotoar bahkan badan jalan dalam jumlah banyak," katanya.

Persaingan ojek online dan ojek konvensional juga rawan menimbulkan pertikaian fisik yang bisa berujung pada kasus kriminal. Guna mengantisipasi hal itu, ia memfasilitasi pangkalan untuk pengendara ojek online.

"Saat ini sudah ada 10 lokasi tempat mangkal ojek online di Kota Bekasi, sehingga tidak sembarangan tempat menunggu penumpang. Kalau tidak diatur, mereka akan berhenti seenaknya dan mengganggu pengguna jalan lainnya," katanya.

Melihat perkembangan ojek online tersebut, kata Johan, perlu ada peraturan dari Kementerian Perhubungan terkait pembatasanya, sebab keberadaan pengendara ojek online tidak ada wadah dan badan hukumnya.

"Pengendara ojek online itu kan ada karena ada yang menjual teknologi informasi. Mereka bukan berbadan hukum. Jadi saat ada kebijakan pemerihtah di daerah, sulit dilakukan karena yang ada hanya paguyuban dan bukan badan hukum," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement