REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Sumatra Barat dinilai berhasil melampaui 2017 dengan perekonomian yang stabil. Kondisi ini ditopang oleh belanja masyarakat yang terjaga, pengeluaran pemerintah yang tak tersendat, dan perbaikan komoditas dagang seperti sawit dan karet. Bahkan pada kuartal III 2017, ekonomi Sumbar mampu tumbuh 5,38 persen (year-on-year), dan menjadi yang tertinggi kedua di kawasan Sumatra, setelah Sumatra Selatan.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatra Barat tahun 2017 juga diproyeksikan bakal bertengger di rentang 5,1-5,5 persen (yoy). Gubernur Irwan Prayitno mengungkapkan, permasalahan ekonomi di Sumatra Barat dari tahun ke tahun sebetulnya tergolong seragam. Sebagai daerah yang tidak bergantung pada komoditas pertambangan dan migas, Sumatra Barat sudah 'terbiasa' dengan roda ekonomi yang didorong konsumsi rumah tangga.
"Sumbar ini agraris, di mana pertumbuhan memang tak akan tinggi betul, namun ketika ada gejolak tidak ada anjlok betul," jelas Irwan dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia Perwakilan Sumbar, Kamis (21/12).
Demi menjaga roda pertumbuhan ekonomi di tahun 2018, lanjut Irwan, pihaknya akan fokus pada perbaikan kinerja perdagangan, investasi, dan pengelolaan inflasi daerah. Dari sisi perdagangan, Pemprov Sumbar akan mulai membuka pasar baru bagi olahan kuliner rendang untuk diekspor. Hingga kini masih dilakukan penjajakan dengan sejumlah importir potensial di luar negeri. Sementara dari sisi investasi, Sumbar memang 'jor-joran' menawarkan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan. Terakhir, inflasi dijaga dengan mengelola pasokan agar cukup menutup permintaan.
"Soal inflasi ini, kami seriusi dengan koordinasi dengan Pemda. Suplai harus terjaga. Masalah perekonomian kita ini nggak ada yang baru, topiknya sama saja. Tingga mau ditindaklanjuti enggak," ujar Irwan.