REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Genap tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, problematika guru dan tenaga pendidik dinilai belum belum terselesaikan. Seperti kekurangan tenaga pendidik masih banyak, redistribusi guru belum juga merata, hingga pelatihan guru yang juga masih belum optimal.
Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad menyatakan, Kemendikbud memahami betul problematika kurangnya guru akan bisa memengaruhi mutu pendidikan. Meski begitu, Kemendikbud pun tidak bisa semerta-merta melakukan rekrutmen guru pegawai negeri sipil (PNS) atau guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tanpa menyinergikannya dengan keuangan negara.
"Lagi pula rekrutmen guru PNS masih moratorium, kecuali guru daerah 3T. Tapi menurut pak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) pengangkatan guru PNS akan dibuka lebih luas pada 2018 mendatang," jelas Hamid kepada Republika, Kamis (21/12).
Selain itu, terkait redistribusi guru, Hamid juga mengakui, itu belum berjalan dengan baik. Aturan redistribusi guru sendiri, telah diatur sedemikian rupa dalam peraturan bersama 5 menteri sejak tahun 2010. Meski begitu, menurut Hamid, redistribusi guru tersebut seringkali terkendala karena kurangnya ketegasan pemerintah daerah (Pemda).
Selanjutnya, kata Hamid, Kemendikbud pun terus berupaya membuka program-program pelatihan guru di berbagai daerah. Pelatihan guru tersebut, lanjut dia, merupakan suatu proses yang tidak bisa dilihat secara langsung dampaknya.
"Pelatihan guru dilakukan Kemendikbud, pemerintah daerah, yayasan penyelenggara pendidikan, organisasi guru, dan lainnya. Namun hasilnya tidak serta merta bisa dilihat sekarang ini," jelas Hamid.
Namun, dalam waktu dekat, Kemendikbud akan melihat hasil survei Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) dan Programmer for International Student Assessment (PISA) 2028 apakah mengalami peningkatan atau tidak. Dua tes kompetensi siswa tersebut, lanjut dia, merupakan indikator apakah hasil pelatihan guru sudah efektif atau belum.
Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli menegaskan, pemerintah masih gagal memenuhi kebutuhan guru di seluruh Indonesia. Seharusnya, di era sekarang, pemerintah sudah fokus pada peningkatan kualitas guru dan pendidikan.
"Keberadaan guru honorer adalah indikasi ketidakcukupan guru. Jadi kita minta pemerintah untuk memaksimalkan jumlah guru di sekolah negeri. Harusnya jumlah guru tidak lagi kendala," tegas Ramli kemarin.