REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Anies Baswedan sempat menyebut ada kesalahan dalam pengelolaan terkait rendahnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2017. Dia menganggap lonjakan serapan yang terjadi di akhir tahun menunjukkan persoalan tersebut.
Sampai pertengahan Desember ini, serapan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI hanya 69 persen dan ditargetkan menyentuh angka 86 persen di akhir tahun. Lalu bagaimana serapan anggaran di tahun-tahun sebelumnya dalam satu periode kepemimpinan DKI (2012-2017)?
Joko Widodo resmi menjadi orang nomor satu di DKI pada 15 Oktober 2012. Di tahun tersebut, serapan anggaran mencapai 80 persen dari APBD sebesar Rp 41,3 triliun. Sebelum Jokowi, gubernur DKI dijabat oleh Fauzi Bowo (Foke). Artinya, selama hampir 10 bulan di tahun 2012, pengelolaan anggaran masih dalam kendali Foke.
Tahun 2013 APBD DKI sebesar Rp 50,1 triliun. Jokowi yang menjadi nahkoda DKI sedikit meningkatkan penyerapan anggaran mencapai 82 persen. Kemudian di tahun 2014, APBD DKI meningkat drastis menjadi Rp 72,9 triliun. Namun, penyerapannya juga turun drastis menjadi 59 persen.
Tahun 2014 ini adalah pemilihan presiden. Jokowi sempat mengambil cuti untuk melakukan kampanye dalam proses pencapresannya. Kendali Pemprov DKI saat itu berada dalam genggaman pelaksana harian (plh) gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok akhirnya resmi menjadi gubernur definitif setelah Jokowi dilantik menjadi presiden.
Tahun 2015, APBD DKI sebesar 65,7 triliun. Jumlah ini turun dari tahun sebelumnya. Hingga akhir tahun, penyerapan anggaran berada di angka 68 persen. Sementara di tahun 2016, serapan anggaran DKI sebesar 82 persen dari APBD yang ditetapkan yakni Rp 62,9 triliun.
Tahun 2017, terjadi pergantian gubernur dua kali. Djarot Saiful Hidayat menjadi gubernur definitif pada Juni 2017 setelah Ahok divonis bersalah oleh majelis hakim terkait kasus yang membelitnya saat itu. Djarot menjadi orang nomor satu di ibu kota hingga Oktober dan digantikan gubernur terpilih dalam Pilkada DKI 2017 Anies Baswedan.
Anies menjabat sejak 16 Oktober 2017. Artinya, selama hampir 10 bulan pengelolaan anggaran masih dalam kendali pemimpin sebelumnya, sama seperti ketika Jokowi awal menjabat pada 2012. Anies lantas membandingkan penyerapan anggaran DKI dengan saat ia menjabat sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan.
"Saya mengelola Dikbud, (penyerapannya) 93-94 persen, karena kita atur spread-nya dengan baik. Jadi kalau pengaturannya baik maka uang bisa keluar sesuai progres program," kata dia, Senin (18/12).
Anies mengatakan, penagihan harusnya terjadwal lebih baik. Dia mencontohkan, perjanjian kerjasama harus dilakukan revisi. Artinya, durasi kerja bukan hanya satu tahun tetapi di-breakdown empat kali sehingga menjadi per kwartal. Maka, kata dia, otomatis evaluasi kinerjanya juga per kwartal.
"Yang sering terjadi kalau sudah di ujung baru dibayar semua. Itu fenomena di Jakarta seperti itu, maka kita akan ubah semuanya," ujar dia.