REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Letnan Jenderal (Letjen) Edy Rahmayadi tetap pada keputusannya mundur sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Keputusan tersebut dia katakan demi mengikuti Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgub Sumut) 2018.
Edy menegaskan, surat pengunduran dirinya sebagai Pangkostad sudah diterima. Baik oleh Jenderal Gatot Nurmantyo yang sebelumnya sebagai Panglima TNI. Pun juga kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kata dia, pun Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI yang baru saat ini, sudah mengetahui. "Surat pengunduran diri saya kan sudah diterima. Sudah ditanda tangani. Tinggal saya tunggu prosesnya," kata Edy kepada Republika, Selasa (19/12).
Proses yang dia maksud yaitu, penyerahan tongkat komando Pangkostrad kepada penggantinya nanti. Akan tetapi dari Markas Besar (Mabes) TNI menyatakan lain. Panglima Hadi, pada Selasa (19/12) mengeluarkan keputusan bernomor 982.a/XII/2017 tentang pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI.
Ada tiga hal dalam surat keputusan tersebut. Pertama yakni merubah keputusan Panglima TNI bernomor 982/XII/2017 yang berisikan tentang mutasi 84 perwira tinggi di internal TNI. Surat keputusan tersebut, dikeluarkan pada 4 Desember oleh Jenderal Gatot sebelum diberhentikan sebagai Panglima TNI.
Dalam keputusan itu, isi pertamanya yakni tentang mutasi terhadap Letjen Edy. Edy, sejak 2015 sebagai Pangkostrad dimutasi ke Mabes TNI sebagai Pati TNI Angkatan Darat (AD). Pemutasian tersebut, sekaligus dalam rangka pensiun dini Edy di militer. Isi kedua keputusan Jenderal Gatot tersebut, menyatakan pengisi jabatan Pangkostrad baru, yakni Mayjen TNI Sudirman.
Terkait keputusan 982 keluaran Jenderal Gatot tersebut, sebetulnya Edy tak menghendaki. Sebelum Jenderal Gatot digantikan sebagai Panglima, Edy menyatakan mundur dari militer. Baik sebagai Pangkostrad, pun juga sebagai salah satu perwira tinggi di internal AD.
Langkah Edy mundur tersebut, memang terkait kepastiannya maju dalam Pilgub Sumut 2018 mendatang. Prajurit militer aktif dalam Undang-undang Pemilu, memang mengharamkan calon terdaftar dari prajurit militer aktif. Edy pun mengaku, ingin cepat pengunduran diri dan pergantian Pangkostrad dilakukan. Sebab pada Januari 2018 mendatang, tahapan pertama proses Pilkada sudah dilakukan. Sejauh ini, Edy pun didukung oleh partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan juga Amanat Nasional (PAN).
Akan tetapi, keputusan Edy mundur sebagai perwira tinggi di AD pun juga sebagai Pangkostrad sepertinya tak direstui. Lewat keputusan 982.a yang ditandatangani Panglima Hadi, Selasa (19/12) menganulir keputusan 982 keluaran Jenderal Gatot.
Diubah menjadi tidak ada. Dengan demikian maka keputusan Panglima TNI 982/XII/2017 tanggal 4 Desember telah diadakan perubaha, begitu isi keputusan Panglima Hadi. Angka terakhir keputusan tersebut menyatakan keberlakuan sejak ditetapkan, Selasa (19/12).
Menengok keputusan Panglima Hadi tersebut, artinya masih menetapkan Edy sebagai Pangkostrad. Tak ada rincian kapan posisi Edy sebagai Pangkostrad tetap melekat. Namun, keputusan tersebut, pun sama artinya dengan tak membolehkan Edy melepas jabatan militernya.
Jika Edy tak melepas jabatan ketentaraannya, itu otomatis akan menghalangi dia sebagai Cagub Sumut 2018. Namun Edy berkeras dengan keputusannya mundur. "Kan sudah disetujui. Apakah salah saya mau jadi gubernur. Itu kan hak saya," sambung Edy.
Pun Edy mengaku, belum menerima keputusan baru dari Panglima Hadi tersebut. "Saya belum menerima surat keputusan itu. Dari mana itu?" ujar dia.