REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi kunci dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen dengan terdakwa pengusaha kelapa sawit Christoforus Richard. Ketua Majelis Hakim Chatim Chaerudin meminta JPU dapat menghadirkan saksi kunci dalam perkara ini agar majelis bisa memutus secara obyektif.
“Karena kami ingin perkara ini ingin memutus secara serius dan seadil-adilnya, maka Jaksa diminta menghadirkan saksi legalisir di persidangan selanjutnya,” kata hakim kepada jaksa di muka sidang, Selasa (19/12).
Saksi yang dimaksud hakim adalah pejabat BPN yang melegalisir surat keterangan kepemilikan tanah terdakwa. Majelis kembali menunda sidang lantaran terdakwa mengeluh tidak dalam kondisi fit. Hakim meminta terdakwa segera diperiksa, jika perlu dibantarkan. “Sidang selanjutnya, jaksa harus hadirkan saksi legalisir,” tegas majelis hakim memberikan ultimatum kepada jaksa.
Penasihat hukum Christoforus Richard, Sirra Prayuna, menyoroti ketidakmampuan jaksa menghadirkan saksi kunci. “Padahal, jaksa sudah diberikan kesempatan menghadirkan saksi BPN yang memberikan noted,” kata Sirra.
Selain itu, Sirra juga melihat kejanggalan lain dalam sengketa tanah berupa alat bukti utama yang tak bisa juga dihadirkan dalam sidang. Dari awal, pensehat hukum terdakwa sudah meminta ke jaksa untuk surat aslinya. Pada saat P19, jaksa juga sudah meminta penyidik menghadirkan surat asli.
“Kalau tidak ada surat aslinya, bagaimana bisa ada unsur pidananya,” ujar Sirra.
Penasihat Christoforus lainnya, Wayan Sudirta melihat ada tiga kelemahan jaksa dalam membuat dakwaan. “Tanda tangannya tidak jelas, surat aslinya tidak ada, dan isi surat sudah sesuai dengan fakta di lapangan. Saksi juga bersaksi melemahkan dakwaan itu sendiri,” kata dia. Dengan fakta tersebut, Wayan optimistis kliennya akan bebas.
Kasus Christoforus semula merupakan perkara perdata yang telah dimenangkan terdakwa di tingkat kasasi. Akan tetapi, belakangan Christoforus dipidanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran diduga melanggar Pasal 266 KUHP terkait pemalsuan akta dua bidang tanah seluas 6,9 hektare dan 7 hektare tanah milik PT Nusantara Raga Wisata.