Sabtu 16 Dec 2017 02:55 WIB

PBNU: Klaim Trump Bentuk Penjajahan Gaya Baru

Solidaritas Lintas Agama Untuk Yerusalem. Perwakilan NSI Arya Prasetya bersama Ketua PBNU KH. Marsudi Syuhud, Sekjen PBNU Helmi Faisal Zaini, Ketua Umum PGI Henriette Hutabarat, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj, Ketua Umum KWI Mgr Ignatius Suharyo, Sekretaris Umum Matakin Peter Lesmana dan Wakil Ketua Harian DPP Walubi Jandi Mukianto (dari kiri) saat menggelar konferensi persi di Kantor PBNU, Senen, Jakarta, Jumat (15/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Solidaritas Lintas Agama Untuk Yerusalem. Perwakilan NSI Arya Prasetya bersama Ketua PBNU KH. Marsudi Syuhud, Sekjen PBNU Helmi Faisal Zaini, Ketua Umum PGI Henriette Hutabarat, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj, Ketua Umum KWI Mgr Ignatius Suharyo, Sekretaris Umum Matakin Peter Lesmana dan Wakil Ketua Harian DPP Walubi Jandi Mukianto (dari kiri) saat menggelar konferensi persi di Kantor PBNU, Senen, Jakarta, Jumat (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengatakan klaim Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan bentuk penjajahan baru.

"Klaim Trump atas Yerusalem ini bentuk penjajahan gaya baru," kata Said saat mengeluarkan pernyataan bersama dari tokoh lintas agama soal nasib Palestina di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (15/12).

Dia mengatakan Trump menunjukkan bahwa imperialisme dan kolonialisme hingga saat ini belum hilang. Klaim Presiden AS dari Partai Republik atas Yerusalem itu justru semakin menegaskan negara adidaya itu mendukung penjajahan Israel atas tanah Palestina. Said bersama tokoh lintas agama mendesak dunia internasional untuk mengupayakan perdamaian di Israel-Palestina sehingga dapat hidup berdampingan.

Terkait Aksi Bela Palestina pada Ahad (17/12), Said mengatakan dirinya memberi keleluasaan bagi warga Nahdlatul Ulama untuk mengikuti kegiatan itu. Kendati demikian, dia menegaskan PBNU secara organisasi tidak akan turun dalam aksi itu karena lebih mengedepankan diplomasi daripada demonstrasi.

"Boleh dong boleh masa tidak boleh. Tetapi agar tidak memakai simbol NU," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement