Jumat 15 Dec 2017 09:52 WIB

Pemprov DKI Bantah Lakukan Pembiaran PKL

Rep: Sri Handayani/ Red: Endro Yuwanto
Warga melintasi para pedagang kali lima (PKL) di trotoar kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (14/12).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Warga melintasi para pedagang kali lima (PKL) di trotoar kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pedagang kaki lima (PKL) kembali menjamur di ruas-ruas jalan ibu kota negara. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno membantah pemerintah provinsi (pemprov) telah melakukan pembiaran.

"Nggak ada. Kalau itu sih kami nggak pernah melakukan pembiaran," kata Sandiaga di Balai Kota, Kamis (14/12) malam.

Sandiaga mengaku telah memberikan instruksi yang jelas tentang hal ini. Ia memerintahkan agar para PKL yang berjualan di trotoar segera ditertibkan. "Kalau di tempat-tempat yang memang sudah dilarang untuk mereka usaha ya kami tentunya harus tertibkan," kata dia.

Namun, kata Sandiaga, penertiban itu harus disertai dengan persiapan. Dinas UMKM harus menyiapkan lokasi binaan (lokbin) dan lokasi sementara (loksem) terlebih dahulu. Dengan begitu, para PKL tidak akan kehilangan mata pencaharian.

Sebelumnya, Koalisi Pejalan Kaki (KPJ) mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno untuk menindak tegas para PKL. Pasalnya, PKL kembali merebak di jalan-jalan ibu kota.

Ketua KPJ Alfred Sitorus tak habis pikir. Di satu sisi, Anies-Sandi mengaku ingin membuat kebijakan yang pro-rakyat. Namun, di sisi lain, Anies-Sandi melakukan pelanggaran dengan membiarkan para PKL berjualan di trotoar.

Menurut Alfred, pemerintah sering kali menggunakan pembenaran ketika tidak menindak. Salah satunya dengan mengacu pada sistem di Eropa yang membiarkan PKL berjualan di trotoar. Kondisi itu belum sesuai ketika diterapkan di Indonesia. PKL di Indonesia dianggap belum memiliki perilaku yang sama dengan PKL di sana.

Di Eropa, para pedagang akan segera beranjak ketika dagangan telah habis. PKL Eropa juga tidak melewati batas tempat yang diberikan oleh pemerintah. Ada waktu-waktu yang diberlakukan. Selain itu, hanya ada beberapa PKL yang boleh berjualan di sepanjang trotoar.

"Jadi sepanjang trotoar itu mungkin hanya boleh ada sepuluh pedagang. Tapi kalau di sini kan tidak. Dari ujung ke ujung penuh dengan pedagang kaki lima dan ini seakan-akan menjustifikasi bahwa pemimpinnya bilang pedagang kaki lima tidak bisa ditertibkan dari atas trotoar," kata Alfred.

Alfred juga mempertanyakan kelanjutan bulan tertib trotoar yang pernah diberlakukan dalam masa pemerintahan sebelumnya. Ia bahkan curiga ketidaktegasan Anies-Sandi menindak PKL terkait dengan janji politik yang sebelumnya telah dibuat. "Kami tidak menginginkan bahwa janji politik itu seakan-akan melabrak regulasi yang sudah ada," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement