REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan salah satu jenis itik di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota itu terancam punah.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Perkebunan dan Peternakan HSU Achmad Rijani mengemukakan ancaman kepunahan itik Alabio tersebut pada seminar/uji publik Raperda tentang Pengelolaan Sumber Daya Genetik Lokal (SDGL) Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Kamis (14/12).
Padahal itik Alabio tergolong jenis itik unggul, karena mampu bertelor sampai 250 butir selama musim bertelor, ujarnya dalam seminar/uji publik Raperda tentang Pengelolaan SDGL Kalsel di Gedung DPRD provinsi tersebut.
Tetapi, lanjutnya, belakangan terjadi perkawinan silang antara itik Alabio dengan jenis entok, sehingga dikhawatirkan lambat- laun keaslian itik Alabio tersebut tidak ada lagi atau menjadi punah. "Karena nanti yang ada hanya hasil persilangan antara itik Alabio dan entok," tuturnya seraya menyatakan, hasil perkawinan kedua jenis itik tersebut juga memberikan harapan yang baik.
Sebagai contoh hasil perkawinan antara itik Alabio dengan entok tersebut dengan usia sekitar dua setengah bulan berat badannya mencapai 1,5 kilogram, demikian Ach Rijani.
Menanggapi terancam punahnya itik Alabio tersebut, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda tentang Pengelolaan SDGL Kalsel Ir Danu Ismadi Saderi MS mengatakan, hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (Pemda) setempat agar jangan sampai punah. "Kita tidak bisa berharap banyak dengan masyarakat peternak itik Alabio tersebut untuk dari kepenuhan genetik itu. Karena mereka juga selalu berinovasi mencari yang terbaik dan lebih menguntungkan dalam usaha peternakan itik," katanya.
Oleh sebab itu, pada Perda tentang Pengelolaan SDGL Kalsel nanti juga akan memuat/mengatur tanggung jawab Pemda setempat dalam melindungi atau menjaga genetik di daerahnya dari kepunahan, demikian Danu Ismadi Saderi.
Dalam catatan perkembangan itik Alabio sempat "melegenda" karena keunggulannya tersebut sehingga merambah nusantara Indonesia dan bahkan ke mancanegara pada tahun 1980-an. Berdasarkan pengakuan almarhum Ismail Al Banjari ketika bertugas selaku wartawan Antara di Australia, sempat memelihara itik Alabio dan mendapat perhatian masyarakat "Banua Kangoro" tersebut.
Alabio sebuah permukiman penduduk di kawasan rawa monoton, sekitar 190 kilometer utara Banjarmasin, yang juga memiliki potensi perikanan air tawar dan pernah terkenal dengan kerajinan bordirnya yang merambah pasaran di Arab Saudi.