REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengatakan warga yang pindah tempat tinggal ke lain provinsi akan kehilangan beberapa hak pilihnya dalam Pemilu 2019. Peraturan hak pilih untuk Pemilu mendatang berbeda dengan aturan pada Pemilu 2014 lalu.
Viryan menuturkan, aturan tersebut berdasarkan pasal 348 ayat 4 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Pada 2014 jika seseorang pindah domisili maka dia tetap mendapat surat suara yang sama. Nah kalau sekarang (2019) disesuaikan dengan ke mana pindahnya," ujarnya kepada wartawan usai memberi materi dalam uji publik penyusunan data pemilih Pemilu 2019 di kawasan Petojo, Jakarta Pusat, Selasa (5/12).
Meski demikian, bukan berarti warga tidak boleh melakukan pindah tempat tinggal. Warga tetap boleh pindah dan tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan sejumlah ketentuan.
Ketentuan pertama, kata Viryan, jika warga pindah domisili ke daerah lain yang masih satu daerah pemilihan (dapil) menjelang hari H pemungutan suara, maka dia bisa menggunakan formulir A5 (keterangan pindah domisili) dan tetap mendapat lima surat suara. Lima surat suara tersebut untuk memilih DPRD II (kabupaten/kota), DPRD I (provinsi), DPR RI, DPD dan capres-cawapres.
Kedua, jika warga pindah domisili dari dapil kabupaten/kota maka dia hanya menerima empat surat suara (DPRD I, DPR RI, DPD, capres-cawapres."Tetapi kalau warga pindah ke luar provinsi, maka dia hanya dapat satu surat suara yakni untuk memilih capres-cawapres. Jadi, misal si A memiliki KTP-el di Jakarta dan sebelumnya tinggal di Jakarta, lalu pada H-30 sudah lapor akan memilih misalnya di Kalimantan, maka dia hanya mendapatkan satu surat suara saja, " ungkap Viryan.
Dia menambahkan, aturan ini akan diberlakukan untuk Pemilu 2019. Karena itu, jika tidak ingin kehilangan hak untuk mendapatkan lima surat suara, maka KPU menyarankan warga kembali di daerah asal saat pemungutan suara. "Jadi kalau dia misal mau tetap dapatkan lima surat suara, maka di hari H pemungutan suara bisa kembali ke daerah asalnya, " tutur Viryan.