REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kementerian Pertanian membuka kembali Museum Tanah Indonesia untuk umum sebagai sarana pendidikan serta sosialisasi pemanfaatan tanah secara berkelanjutan.
Museum Tanah Indonesia yang terletak di Jalan Juanda No. 98, Kota Bogor, Jawa Barat kembali dibuka secara resmi oleh Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, Selasa.
Amran berharap Museum Tanah dapat memotivasi lahirnya penelitian-penelitian berkaitan tanah yang mendorong sektor pertanian.
"Seperti di Amerika sudah mengembangkan alat sensor untuk mengukur hara tanah, kita dorong peneliti di Indonesia mampu juga membuat alat yang sama," kata Amran.
Menurut Amran, dengan alat sensor mendeteksi kandungan hara tanah tersebut dapat menghemat biaya untuk pemberian pupuk pada lahan pertanian. Karena selama ini alat pendeteksi dilakukan secara manual, sehingga hanya menakar berapa kebutuhan natrium pada tanah, atau bahan lainnya.
"Saya beri waktu enam bulan, IPB maupun perguruan tinggi lainnya menciptakan alat sensor ini," kata Amran.
Kepala Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian Prof Dedi Nursyamsi menyebutkan, cikal bakal berdirinya Museum Tanah Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1905 oleh peneliti Belanda.
"Awalnya dulu laboratorium geologi untuk mengetahui tentang tanah, dibuat untuk kegiatan penelitian tanah di Indonesia oleh peneliti Belanda," katanya.
Di era kemerdekan tahun 1974 semua laboratoium terkait pertanian dan perkebunan termasuk laboratoium geologi digabung dalam satu wadah yakni Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Selama dibawah Balitbangtan, Museum Tanah Indonesia sempat dipindahkan ke komplek Cimanggu, selama kurang lebih dua tahun gedung Museum Tanah Indonesia yang ada di Jalan Juanda ditinggal.
"Kini bertepatan dengan Hari Tanah Se-dunia Museum Tanah Indonesia dibuka kembali, untuk sarana pendidikan serta sosialisasi pemanfaatan tanah secara berkelanjutan," katanya.
Museum Tanah Indonesia menyimpan sejumlah koleksi seperti monolit tanah, peta sumber daya lahan, bantuan induk, peralatan survei lapangan, mesin cetak petak, biodiversitas organisme tanah, informasi perubahan iklim, dan masih banyak lainnya.
Museum ini terdiri dari empat gedung yakni a, b, c dan d, dua di antaranya (a dan c) merupakan bangunan cagar budaya yang berdiri sejak zaman Kolonial Belanda. Sehingga arsitektur bangunan utama bergaya Eropa.b