Selasa 05 Dec 2017 13:22 WIB

Kota Bandung Krisis Air Bersih, Warga Ini Olah Air Hujan

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Nur Aini
Air. Ilustrasi
Foto: Google
Air. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Kualitas air di Kota Bandung dinilai cukup buruk karena berwarna kuning. Kondisi ini membuat warga memanfaatkan air hujan karena kesulitan mendapatkan air tanah yang bersih.

Kesulitan air pun, dirasakan oleh warga komplek Rajawali Plaza, Ciroyom, Kota Bandung, Simon Yudistira Sanjaya (50 tahun). Beberapa tahun, ia kesulitan mendapatkan air bersih untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Karena, air tanah di daerahnya kuning sehingga, tak layak dikonsumsi. Jadi, untuk memasak ia harus membeli air galon.

"Selain masak, keluarga pakai air galon untuk sikat gigi. Karena, kalau pakai air pompa kuning," ujar Simon kepada wartawan saat menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan Sosialisasi Peran Serta PDAM Tirtawening kepada para Siswa SMA/SMK menuju Bandung Juara, Senin (4/13).

Menurut Simon, saat musim hujan, ia melihat air melimpah di Kota Bandung. Bahkan, menyebabkan banjir. Melihat kondisi tersebut, ia pun memiliki ide untuk memanfaatkan air hujan untuk mendapatkan air bersih.

Simon pun, lima tahun lalu membuat sebuah alat penyaring air hujan agar airnya bisa diminum. Alat tersebut, menggunakan nano mikron 0,1 dan ultra violet. Dengan kedua elemen tersebut, bakteri, spora bakteri dan virus bisa mati sehingga, lebih aman untuk diminum. "Setelah melalui proses penyaringan, air hujan bisa layak minum. Karena, dari hasil uji laboratorium terbukti memenuhi syarat," katanya.

Bahkan, kata dia, air hujan yang telah diolah tersebut tak mengandung zat besi. Ini, berbeda dengan air tanah di Ciroyom yang mengandung zat besi tinggi sekali. "Kebutuhan di air rumah saya banyak. Jadi, sudah 5 tahun ini saya menggunakan air hujan yang jauh lebih efisien," katanya.

Menurut Simon, penggunaan air hujan ini sangat efisien karena bahan bakunya bisa mendapatkannya gratis dari sumber daya alam yang jarang dimanfaatkan. Ia,hanya mengeluarkan uang sebesar Rp 1 juta untuk membuat alat penyaringnya.

"Prosesnya juga gampang, air hujan ditampung terus masukan ke alat penyaring lalu bisa langsung diminum yakni, dalam hitungan hanya satu menit," katanya.

Saat ditanya apakah alat tersebut bisa digunakan untuk semua masyarakat di satu kawasan, Simon mengatakan, sebaiknya alat ini digunakan secara individu. Jadi, setiap rumah sebaiknya punya agar bisa melakukan penyaringan di setiap rumah.

Namun, menurut Simon, ia menyarankan pada semua masyarakat yang akan menggunakan air hujan ini, agar tak langsung menampung air hujan yang turun. Tapi, saat di awal hujan sebaiknya 10 menit pertama tak ditampung dulu. Jadi, sebaiknya dibuang karena banyak mengandung polutan, debu, dan zat asam.

"Di saat musim hujan seperti ini, sebaiknya banyak menampung air hujan. Nanti, saat kemarau bisa digunakan airnya asal hasil tampungan disimpan di tempat tertutup," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement