Ahad 03 Dec 2017 10:33 WIB

Asap Kawah Gunung Agung Terpantau Menipis

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andri Saubani
Erupsi Gunung Agung. Erupsi magmatik Gunung Agung terpantau dari kawasan Amed, Bali, Selasa (28/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Erupsi Gunung Agung. Erupsi magmatik Gunung Agung terpantau dari kawasan Amed, Bali, Selasa (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Asap kawah Gunung Agung di Kabupaten Karangasem akhir pekan ini semakin menipis. Meski demikian, aktivitas kegempaan menerus atau tremor overscale masih berlangsung. "Hari ini terpantau asap kawah bertekanan lemah berwarna putih dengan intensitas tipis hingga sedang setinggi 500-1.000 meter di atas puncak kawah," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani, Ahad (3/12).

Asap kawah Gunung Agung condong ke timur - tenggara. Sinar api pada malam hari masih teramati mengindikasikan lava semakin memenuhi permukaan kawah.

Sejak pukul 00.00-06.00 WITA hari ini, Gunung Agung menunjukkan aktivitas tiga kali gempa frekuensi rendah berdurasi 20-40 detik. Gunung yang oleh masyarakat Bali disebut Hyang Tohlangkir ini juga empat kali menunjukkan gempa vulkanik dangkal berdurasi 7-20 detik, delapan kali gempa vulkanik dalam berdurasi 18-65 detik, dan dua kali gempa tektonik lokal berdurasi 90-100 detik. Tremor menerus dengan amplitudo satu hingga dua milimeter berdurasi 90-100 detik terus terjadi.

Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur, Devy Kamil Syahbana menambahkan gas Sulfur dioksida (SO2) yang keluar dari kawah Gunung Agung semakin berkurang hingga 20 kalinya dibanding 26-28 November 2017. Saat itu SO2 yang disemburkan gunung setinggi 3.142 meter tersebut mencapai enam tibu ton. PVMBG mencatat Gunung Agung menghasilkan sekitar 600 ton gas SO2 saat meletus freatik 21 November 2017.

"Volumenya menjadi 10 kali lipat atau sekitar enam ribu ton SO2 pada 25 November 2017," katanya.

Penurunan drastis gas SO2 di Gunung Agung, kata Devy mengindikasikan dua hal. Pertama, laju magma menuju permukaan kian melemah akibat hilangnya energi magmatik kian berkurang setelah erupsi sebulan terakhir dan menuju fase keseimbangan.

Kemungkinan pertama ini menyebabkan potensi erupsi berkurang. Erupsi selanjutnya bisa saja tidak teramati dalam waktu dekat hingga magma baru diproduksi lagi satu hari nanti.

Kedua, pipa magma tersumbat sehingga cairan magma ke permukaan terhalang oleh lava di permukaan yang mendingin atau mengeras setelah erupsi beruntun beberapa waktu terakhir. Jika kemungkinan kedua ini terjadi, Devy mengatakan potensi erupsi justru meningkat karena tekanan magma terakumulasi.

Erupsi Gunung Agung 1963 sempat mengalami fase istirahat selama dua pekan sebelum letusan utama yang semburannya mencapai 23 km terjadi. Meski demikian, Devy mengatakan bisa saja aktivitas Gunung Agung keluar dari dua kemungkinan di atas. "Vulkanologi menggunakan pendekatan probabilistik di mana unsur ketidakpastian harus dimasukkan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement