Ahad 03 Dec 2017 05:56 WIB

Nomus, Sistem Hidup Bersama di Pedalaman Pakistan

Rep: rahma sulistya/ Red: Muhammad Subarkah
Jalanan menuju desa Shimshal di perbasan China-Pakistan.
Foto: Pakistanguide.com
Jalanan menuju desa Shimshal di perbasan China-Pakistan.

Shimshal adalah pemukiman tertinggi di wilayah Hunza, Pakistan dengan ketinggian 3.100 meter diatas permukaan laut. Isolasinya kemungkinan mengarah pada konsep yang disebut Nomas, yang artinya sebagai 'menunjukkan kepedulian terhadap kemanusiaan'.

Shimshal adalah desa terakhir sebelum perbatasan dengan Cina. Untuk menuju desa ini, jalannya hanya bisa dilalui oleh satu jalan berbatu sampai ke pegunungan Distegill Sar dan Karun Kuh. Jalan yang dikenal sebagai Shimshal Valley Road itu, dianggap sebagai salah satu jalan paling berbahaya di dunia.

Sebagian besar sepanjang jalan, membentang jurang di bawahnya mengalir Sungai Shimshal, tidak ada pagar pembatas, hanya terlihat tebing curam. Setelah 18 tahun masa konstruksi, akhirnya pada 2003 sebuah tikungan tajam di Jalan Raya Karakoram, hanya bisa dilalui dengan kendaraan roda empat.

Atau, dengan sepeda, untuk mereka yang lebih pemberani.

Pada Mei 2017, wartawan BBC.com Vannesa, bersama dengan enam pesepeda laki-laki, melakukan perjalanan ke Shimshal sejauh 56 kilometer dari tikungan dekat Passu. Setelah sekitar tujuh jam melakukan perjalanan, akhirnya mereka mulai dekat ke Shimshal.

Shimshal adalah satu dari empat dusun di Lembah Shimshal, bersama dengan Farmanabad, Aminabad dan Khizarabad. Masyarakat di sana adalah Wakhi, sebuah kelompok etnis yang tersebar di Pakistan Utara, Afghanistan, China dan Tajikistan, serta termasuk dalam Syi'ah Ismailiyah.

Setelah menghabiskan malam di Wisma Lembah Shimshal, yang terletak di sebuah bukit kecil di belakang sekolah, mereka berjalan kaki menuju Pass Shimshal, tempat penduduk desa membawa ternak mereka untuk merumput di padang rumput yang rimbun.

Setelah mendaki sekitar 35 kilometer, mereka sampai di sebuah jembatan berayun dan berderit yang terbuat dari kayu, tali dan rantai, yang dibangun di atas persimpangan sungai yang tinggi. Sebuah plakat lapuk di platform genting dengan kata-kata 'Chichan Bag'.

Vannesa pribadi bertanya-tanya apa arti kata tersebut. Apakah itu nama untuk penyeberangan air, atau arti khusus dari jejak perjalanan itu? Salah satu pesepeda laki-laki yang bersama Vannesa, yakni Hussain, mengatakan bahwa ada seorang pria di desa yang bisa menjelaskan kata itu.

Kemudian, saat berada di ruang makan pada hari yang sama, mereka berkumpul dalam sebuah meja. Hussain memperkenalkan pada Essa Khan. Essa telah tinggal di Shimshal sepanjang hidupnya, sudah 12 generasinya tinggal di sana. Sebelum memberitahu soal jembatan itu, Essa menceritakan terlebih dahulu tentang silsilah keluarganya.

Kakeknya Essa adalah seorang tukang kayu. Suatu hari, sang kakek memutuskan akan mengubah lahan tandus di dekat Shimshal menjadi ladang. Dia menggarap dan membajak tanah sehingga bisa menghasilkan tanaman gandum, soba dan jelai, dengan menggunakan tangannya sendiri serta alat-alat dasar seperti sekop dan giling. Tanaman itu digunakan untuk membuat roti yang kemudian dibagi dan diperdagangkan di masyarakat, hingga saat ini.

Nama kakeknya Essa adalah Chichan Bag.

Pada 1995, Muhammad Bashi, ayahnya Essa, membangun sebuah jembatan sebagai 'Nomus' untuk ayahnya.

sumber : bbc.com
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement