Sabtu 02 Dec 2017 20:35 WIB

Budaya Mundur Pejabat Dinilai Masih Rendah

Gedung Nusantara I DPR
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Gedung Nusantara I DPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budaya malu di kalangan pejabat publik Indonesia dinilai masih rendah. Indikasinya adalah ketika ada elite terlibat kasus hukum tidak mau mundur dan cenderung mempertahankan jabatannya.

Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, di negara maju, ada rasa malu bagi pejabat yang terlibat kasus hukum. Sehingga, mereka akan mundur dari jabatannya karena terlibat dalam sebuah kasus hukum.

Namun, di Indonesia, khususnya di DPR, masyarakat justru disajikan 'dagelan politik' yang memperlihatkan politikus di parlemen dengan tetap mempertahankan Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Padahal, Setya sudah dua kali ditetapkan sebagai tersangka dalam sebuah kasus korupsi.

"Ketua DPR itu seharusnya jadi panutan. Tapi di Indonesia, Ketua DPR justru seorang tersangka korupsi dan telah ditahan," ujar Pangi, Sabtu (2/12).

Karena itu, Pangi menilai citra DPR saat ini semakin kehilangan wibawa, efek dipimpin tersangka tindak pidana korupsi. Kondisi ini, Pangi mengingatkan, juga mengganggu citra Indonesia. "

Indonesia, kata Pangi melanjutkan, memerlukan pelaku politik yang bisa memberikan keteladanan moral, "bukan mereka yang berpolitik secara asal."

Menurut Pangi, untuk kembali memompa kepercayaan publik kepada parlemen, DPR harus segera mengganti Setya Novanto. Ketua DPR pengganti Setya Novanto, sambungnya, harus elite politik yang kredibel dan bersih dari masalah hukum.

"DPR butuh pemimpin baru yang punya gebrakan dan juga tokoh panutan rakyat. Kita saat ini memerlukan Ketua DPR yang nasionalis sejati, autentik, tidak berpura-pura, dan juga tidak menjadikan kekuasaan sebagai mata pencaharian," kata Pangi.

Di internal partai, Pangi menilai, Golkar harus menempatkan sosok di luar "rezim" saat ini. Golkar juga tidak seharusnya mempertimbangkan calon yang ikut memperlemah upaya pemberantasan korupsi karena dianggap berpotensi menimbulkan kembali masalah besar buat Golkar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement