Sabtu 02 Dec 2017 01:00 WIB

Lima Penyebab Publik Lebih Menyukai Tokoh Radikal

Musni Umar
Foto: Ist
Musni Umar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh:  Musni Umar *) 

Sudah agak lama saya mengamati adanya fenomena sosial yang menarik  yaitu pergeseran idola publik dari tokoh moderat ke tokoh radikal.  Yang mengidolakan tokoh radikal seperti Habib Rieziq Shihab (HRS) dan Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) tidak hanya anak muda tetapi juga hampir seluruh lapisan masyarakat.

Buktinya Aksi Bela Islam 212 di Monas Jakarta yang dihadiri sekitar 7 juta orang dari seluruh penjuru tanah air, sepenuhnya digalang oleh dua tokoh sentral yaitu Habib Rieziq Shihab (HRS) dan Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) dibawah payung GNPF MUI.

Itu respons saya sebagai sosiolog atas laporan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun 2016 yang disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Abdurrahman Mas'ud yang mengemukakan bahwa saat ini idola anak muda telah bergeser dari yang awalnya merujuk ke tokoh  moderat menjadi ke tokoh radikal (ROL, Selasa, 28/11/2017).

Pertanyaannya mengapa publik lebih memercayai, menyukai dan mengidolakan tokoh radikal seperti HRS dan UBN?  Dalam pandangan saya kedua tokoh tersebut tidak bisa dikatakan radikal, tetapi diidolakan umat karena  memiliki kepemimpinan yang diperlukan kaum muda dan umat saat ini.

Setidaknya, ada lima alasan yang mendasari mereka mengidolakan HRS dan UBN.  Pertama, berani menyuarakan kebenaran walaupun dihadapan penguasa seperti  khutbah Jumat HRS saat Aksi Bela Islam 212 tahun 2016 di Monas Jakarta yang dihadiri Presiden Jokowi, Wakil Presiden JK, Menkopolhukham, Pangab dan Kapolri. Luar biasa mendapat apresiasi dari umat.

Kedua, konsisten dan berani. Hampir tidak ada yang konsisten dan berani seperti HRS dan UBN. Risiko yang diterima sangat berat,  taruhannya nyawa dan fitnah seperti yang dialami HRS terpaksa harus mengungsi di Arab Saudi karena difitnah berselingkuh dan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan menghina Pancasila dan Bung Karno. Begitu juga UBN harus berurusan dengan aparat kepolisian.

Ketiga, berani menyuarakan ketidakadilan. Setiap ceramah selalu mengaitkan ayat-ayat Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW dengan persoalan ketidakadilan sosial, hukum, ekonomi, politik dan sebagainya. Ini yang menarik publik khususnya kaum muda dibanding tokoh moderat yang lebih banyak kompromi dengan penguasa ketimbang memperjuangkan tegaknya keadilan.

Keempat, berani menyuarakan aspirasi umat Islam. Golongan moderat tidak berani mengemukakan aspirasi umat Islam yang termarjinalisasi di segala bidang. HRS dan UBN tidak takut menyampaikan aspirasi umat Islam walaupun harus berhadapan dengan penguasa dan mereka yang sangat diuntungkan dari pembangunan yang dilaksanakan Orde Baru dan Orde Reformasi sekarang.

Kelima, media sosial seperti facebook, twitter, google, instagram, Youtube dan sebagainya telah dimanfaatkan dengan baik oleh HRS dan UBN untuk menyampaikan Dakwah mereka sehingga bisa diikuti oleh publik khususnya kaum muda.

Oleh karena itu, upaya deradikalisasi yang akan dilakukan Kementerian Agama kepada Rohis di berbagai sekolah SLTP dan SLTA,  dan instansi lainnya dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak akan berhasil kalau  ketidakadilan yang merupakan akar masalah utama, tidak diselesaikan dengan baik.

*)  Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement