REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alumni 212 berencana menggelar kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Reuni Akbar Alumni 212 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu. Kegiatan itu dilakukan untuk memperingati satu tahun aksi protes terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Menanggapi kegiatan tersebut, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban, Din Syamsuddin, tidak mempermasalahkan adanya aksi untuk menyampaikan pendapat di alam demokrasi yang berjalan saat ini selama tidak melakukan aksi kekerasan.
"Hak mereka, saya tidak hadir, saya tidak pernah hadir, karena terus terang itu bukan cara saya, tetapi saya mengikuti suasana kebatinan mereka pernah juga mereka meminta wejangan waktu saya ketua MUI, saya bilang silahkan ekspresikan pandangan, pendapat tapi tidak menggunakan kekerasan tapi Alhamdulillah damai," ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (30/11).
Kendati demikian, Mantan Ketua Umum MUI ini menyebut sedikit kejanggalan menggunakan diksi 'reuni' dalam menjalankan aksi tersebut. "Cuma kalau reuni ini, saya sebagai orang universitas, sebagai dosen, kok kayak sekolah ya. Kalau reuni itu kan biasanya ada sekolahnya kan," ucap Din.
Ia menyampaikan, sebagai umat Islam sebaiknya mewujudkan kemayoritasan kualitatif, bukan kuantitatif. "Supaya jangan besar dalam jumlah dan bilangan saja, tapi besar dalam mutu dan kualitas. Maka dari itu harus tampil dengan program-program aksi yang melahirkan lembaga-lembaga untuk kemajuan," kata Din.
Din juga mengharapkan, alangkah lebih baik aksi yang dilakukan mendorong penguatan infrastruktur Islam. Muhammadyah itu dari dulu lebih sensitif dari pendustaan agama ketimbang penistaan. Kalau penistaan, tak akan berkurang kemuliaan Islam sedikit pun dari berbagai macam penistaan.
"Kalau pendustaan, itu yang membuat Islam mundur, yang membuat mundur itu para pendusta agama, dari dulu kami sensitif pada pendusta agama, pungkasnya.