REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kuliner Indonesia Bondan Winarno meninggal pada Rabu (29/11) pagi. Bondan yang meninggal pukul 09.15 WIB di rumah sakit Jantung Harapan Kita meninggalkan istri dan tiga orang anaknya.
"Dia meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak, Gwendolin, Marisol dan Elisio," ujar rekannya, Wina Armada Sukardi, melalui pesan tertulis, Rabu (29/11).
Bondan kata dia, meninggal di RS Jantung Harapan Kita pagi tadi. Nampaknya sebelum meninggal, pria yang mengenalkan slogan Pokoke Maknyus ini sempat menjalani perawatan hingga operasi di rumah sakit jantung.
Almarhum mendapat perawatan jatungnya dalam beberapa bulan terakhir, kata Wina.
Semasa hidupnya, lanjut Wina, almarhum mengabdikan diri sebagai penulis sekaligus pencinta kuliner sejati. Kemudian lewat tayangan acara 'Wisata Kuliner' di TrasnTV almarhum dikenal dengan slogan 'maknyus'. Acara ini pula yang kemudian melambungkan namanya sekaligus mempopulerkan kuliner Indonesia.
Pakar kuliner bernama lengkap Bondan Haryo Winarno tersebut lahir di Surabaya, 29 April 1950. Bondan berdomisili di Banjar Dauh Labak, Singakerta, Gianyar, Ubud, Bali.
Tidak hanya pakar kuliner, mendiang Bondan Winarso dikenal sebagai jurnalis andal yang kepribadiannya dinilai patut diteladani. Salah satu hasil liputannya yang menjadi salah satu acuan peliputan investigasi hingga kini adalah laporan mengenai skandal tambang emas Busang pada tahun 1997 yang kemudian dimuat dalam buku berjudul Bre X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi.
Hal itu diakui salah satunya oleh Pemimpin Redaksi Harian Tempo Arif Zulkifli. "Yang sangat fenomenal ya itu investigasinya tentang Busang," kata Arif kepada Republika.co.id, Rabu (29/11).
Menurut Arif, investigasi yang berjudul "Busang dan Bre-X, Skandal Penipuan Terbesar dam Dunia Pertambangan RI" itu terbilang berani. Sebab, investigasi tersebut menceritakan tentang kebohongan-kebohongan Busang.
Tidak hanya itu, Arif juga memuji tulisan-tulisan Bondan yang selalu disajikan dengan gaya khas selama mendiang menjadi kolumnis Rubrik Kiat Tempo, sekaligus pengasuh rubrik tersebut pada tahun 1984.
"Lalu saya juga rasa dia pelopor atau orang pertama yang berhasil membawa kuliner itu ke layar kaca. Kenikmatan lidah diangkat jadi visual ke layar kaca," jelas Arif.