REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya dugaan indikasi pelanggaran administrasi (maladministrasi) dalam pengurusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Adapun, modus pelanggaran berupa permintaan sejumlah uang.
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menyebutkan, indikasi maladministrasi tersebut misalnya alasan untuk lembar legalisasi, mengurus persyaratan, biaya map di luar pungutan resmi sebesar Rp 10.000 hingga Rp 50.000. Selain itu, penyimpangan prosedur berupa permintaan kartu keluarga dan KTP dilegalisasi Dukcapil, tidak ada kepastian mengenai waktu pengurusan, serta waktu pembukaan dan penutupan koket pelayanan yang tidak seuai ketentuan.
Ombudsman juga menemukan pembayaran tanpa tanda terima atau kuitansi. "Belum ada pengawasan optimal terhadap penyelengaraan pelayanan, baik dari atasan langsung maupun dari pengawas internal," kata Komisioner ORI, Adrianus Meliala saat menggelar konferensi pers di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, Senin (27/11).
Ombudsman pun menyarankan kepolisan menyusun kebijakan untuk pelayanan SKCK dan menginstruksikan seluruh satuan wilayah untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk SKCK. "Polri juga harus meingkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan pelayanan SKCK sampai tingkat wilayah untuk memastikan pelayanan sesuai dengan ketentuan," tutur Adrianus.
Sementara, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komisaris Jenderal Polisi Putut Eko Bayuseno akan menindaklanjuti temuan Ombudsman itu. Ia menyatakan akan mengawasi semua pelayanan yang berada dalam tanggung jawab kepolisian.
Putut menegaskan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian menetapkan harga mengurus SKCK Rp 30 ribu. Sehingga, jika ditemukan petugas yang meminta uang lebih dari ketentuan, masyarakat bisa melapor.
"Petugas yang dilaporkan akan mendapat sanksi, Sanksi administrasi, pelanggaran kode etik, disiplin, termasuk pidana kalau terbukti," kata Putut di Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, Senin (27/11).
Putut menambahkan, pihaknya akan mengingatkan petugas yang melayani SKCK agar tidak sembarangan mengeluarkan surat tersebut. Masyarakat yang memohon harus diketahui lebih dulu jejaknya. "Apakah ada tindak pidana yang ia lakukan? Jangan sampai asal dikeluarkan begitu saja," ucap dia.