REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan merkuri pada sektor industri dan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta mengancam kesehatan manusia. Menyikapi hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membangun fasilitas pengolahan emas non merkuri pada PESK di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Dalam kunjungan ke lokasi fasilitas tersebut Jumat (24/11), Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati, selaku pelaksana kegiatan, menyampaikan bahwa hal ini merupakan tindak lanjut instruksi Presiden Joko Widodo, tentang penghapusan penggunaan merkuri pada pertambangan rakyat. Selain itu juga sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017, tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri.
“Berkaitan dengan upaya penghapusan merkuri pada PESK, ada dua hal yang menjadi fokus utama. Pertama adalah bagaimana mencari teknologi pengolahan emas yang bisa menggantikan merkuri. Kemudian apa yang harus dilakukan pada daerah-daerah yang menggunakan merkuri dan ditinggalkan,” lanjutnya.
Rosa Vivien juga mengungkapkan bahwa selain mencari solusi alternatif (pengolahan emas) tersebut, diperlukan dukungan semua pihak dalam penegakan hukum. Khususnya dalam melawan peredaran sinabar dan merkuri illegal, serta penggunaan merkuri ilegal.
Dia menjelaskan, pembangunan fasilitas seluas 1.200 m2 ini, berada di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Kampung Sampay, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebak Gedong. Daerah inui sebagai pelaksanaan Nota Kesepahaman tentang PSLB3, antara Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, tanggal 27 April 2017 lalu.
Selain itu, Rosa Vivien mengatakan, Ditjen PSLB3 juga melakukan kegiatan studi kelayakan (feasibility study) untuk pemulihan lahan-lahan terkontaminasi merkuri. “Kami juga melakukan identifikasi daerah-daerah yang akan kami lakukan pendekatan untuk pengalihan teknologi menjadi non merkuri,” paparnya lebih lanjut.
Dia menjelaskan, ada tujuh tempat yang sedang dikaji feasibility study-nya. Yaitu di Kecamatan Cibeber, Lebak Gedong, Bayah, Cipanas, Panggarangan, Muncang, dan Kecamatan Cilograng, untuk dilakukan pemulihan nantinya. "Tentunya masyarakat di sekitar (lokasi pemulihan) harus menerima, kemudian (pemilihan) teknologinya juga," jelasnya.
Proses pengolahan emas bebas merkuri di Kabupaten Lebak, menggunakan sianida dengan kapasitas bahan baku 1,5 ton. Hal ini merupakan hasil kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), berdasarkan kesesuaian karakteristik batuan mineral mengandung emas di sekitar lokasi penambangan. Dengan kapasitas bahan baku 1,5 ton tersebut, dapat mereduksi penggunaan merkuri sebanyak 200 kg per bulan (2,4 ton per tahun).
Fasilitas ini diharapkan dapat menghimpun sekitar 600 orang penambang, serta memberikan dampak ekonomi yang lebih baik, melalui kinerja perolehan emas lebih tinggi yaitu sekitar 80 persen. Dibandingkan dengan penggunaan merkuri yaitu sekitar 40 persen.
Metode Sianidasi adalah metode pengolahan emas nonmerkuri yang umum digunakan. Metode ini memang dikenal dengan risikonya yang tinggi. Tetapi risiko tersebut bisa diminimalisir dengan penggunaan teknologi yang mampu mencegah terbentuknya senyawa asam sianida (HCN) yang berbahaya bagi kesehatan manusia, dan disertai dengan peningkatan kapasitas bagi para penambang khususnya dalam hal teknik operasional fasilitas pengolahan ini.
Saat ini, KLHK melakukan koordinasi dengan berbagai sektor dalam upaya persiapan pengelolaan fasilitas pengolahan emas bebas merkuri. Di antaranya melakukan kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah terkait Pembangunan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes); Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait Formalisasi PESK; Kementerian Kesehatan terkait Pemantauan Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan; dan BPPT terkait Teknologi Pengolahan Emas Bebas Merkuri.
“Ke depannya kita harapkan dengan adanya Program Lebak Sehat, dapat menjadi tindakan preventif, pencegahan dampak merkuri terhadap kesehatan (masyarakat),” harap Rosa Vivien menutup penjelasannya.