Sabtu 25 Nov 2017 05:42 WIB

PGRI: Kesejahteraan Guru Masih Banyak Masalah

Sejumlah guru mengikuti pawai dan jalan santai HUT PGRI di Alun-alun Serang, Banten, Jumat (25/11).
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Sejumlah guru mengikuti pawai dan jalan santai HUT PGRI di Alun-alun Serang, Banten, Jumat (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyebutkan kesejahteraan guru masih banyak masalah. Ada sekitar satu juta guru yang hidup di bawah kata sejahtera. "Hingga saat ini, cita-cita PGRI belum terlaksana baik itu profesionalisme, kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru," ujar Ketua Umum PGRI, Unifah Rasyidi, di Jakarta, Jumat (24/11).

Oleh karena itu, pihaknya akan terus menyuarakan karena kesejahteraan guru masih banyak dalam data pokok pendidikan (Dapodik) masih banyak masalah. "Dari data Dapodik guru PNS dan yayasan ada sekitar 53,4 persen, sisanya guru honorer. Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi PGRI." kata dia.

Disinggung mengenai upaya pemerintah, yang akan mengangkat sekitar 250 ribu guru honorer menjadi CPNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K), Unifah mengaku gembira jika hal itu bisa terlaksana. "Kami berterimakasih pada pemerintah, karena dalam catatan kami, kita kekurangan satu juta guru." katanya.

Unifah meminta agar mengutamakan para guru honorer yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi. PGRI juga meminta pemerintah untuk tidak mengambil data "siluman", yang tiba-tiba muncul. "Harus terbuka, diberi kesempatan kepada mereka yang sudah terdata dengan baik. Dengan begitu, kita kedepankan profesionalisme, kompetensi dan di sisi lain kita menghargai para guru yang telah lama mengabdi," kata dia.

Sedangkan untuk kualitas guru, PGRI juga mendorong adanya perubahan pola pikir para guru untuk terus belajar. Namun tak hanya guru, tetapi juga pemangku kepentingan pusat dan daerah pun harus berubah "Pola pikirnya bagaimana cara melihat guru, tidak sebagai objek tapi perlindungan," katanya.

Menurut dia, sangat penting sekali adanya perlindungan di sekolah. Hal itu dikarenakan kekerasan bisa saja terjadi tidak hanya pada siswa namun juga guru.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement