REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai kalangan dari unsur masyarakat hingga partai politik menilai Ketua DPR Setya Novanto pantas diganti. Sebab, Novanto telah melanggar Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan kode etik DPR RI.
Pada Kamis (23/11), Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia melaporkan Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar itu atas dugaan pelanggaran UU MD3 dan kode etik DPR. "Kami minta agar MKD segera memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya," ujar Ketua HMPI Andi Fajar Asti saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/11).
Menurut HMPI, penetapan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kemudian diikuti penahanan, sudah membuat Novanto pantas diganti. Sebab, perbuatannya telah menjatuhkan wibawa, martabat, serta nama baik DPR.
Bahkan, lanjut Andi, hal itu berpotensi meruntuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga negara tersebut. "Lagi pula masih banyak anggota lainnya yang baik dan mampu memimpin DPR RI. Jangan hanya karena seorang Novanto, rusak semuanya," katanya.
Dia pun mengatakan, HMPI percaya MKD merupakan alat kelengkapan dewan yang independen bakal memproses laporan tanpa harus menunggu praperadilan. HMPI akan mengawal MKD hingga Novanto diberhentikan. "Kami masih percaya MKD bisa bersikap tegas terhadap kasus ini," ujar Andi.
Seruan agar Novanto diganti dari posisinya juga disampaikan sejumlah partai politik. Meskipun demikian, mereka menyerahkan mekanismenya kepada partai berlambang pohon beringin tersebut.
Juru Bicara Partai Demokrat Ferdinand Hutahean mengakui Demokrat punya harapan agar Novanto secara ikhlas mengundurkan diri. Hal ini mengingat Novanto tidak dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya karena ditahan KPK.
"Tetapi Demokrat tidak ingin terlalu jauh mencampuri hak eksklusif Partai Golkar," ujarnya di Jakarta, Kamis (23/11). Ferdinand juga menyebutkan Demokrat menyerahkan kepada MKD yang akan memproses dugaan
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Komarudin Watubun mengingatkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera memproses dugaan pelanggaran sumpah jabatan oleh Novanto. Sebab, Novanto secara etik dinilai tidak layak menjadi ketua DPR dan perlu dilakukan diganti.
Apalagi, menurut Komarudin, kader Partai Golkar di DPR juga masih banyak yang lebih baik dan pantas menggantikan Novanto. Dengan pergantian juga, kata dia, dapat menjaga wibawa dan kehormatan lembaga DPR.
Sebelumnya Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menegaskan proses penyidikan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto berjalan. MKD tidak terpengaruh dengan surat yang bersangkutan serta keputusan rapat pleno Partai Golkar.
Ia juga mengatakan, MKD pada Selasa (21/11) telah mengadakan rapat internal dalam rangka memverifikasi dugaan pelanggaran etik dengan meminta pandangan fraksi-fraksi. Namun, rapat batal karena ada beberapa pimpinan fraksi tidak bisa hadir.
Kendati begitu, Sufmi memastikan MKD tidak tinggal diam menanggapi permasalahan yang menjerat Novanto. "Apa pun itu, MKD akan tetap memproses kemungkinan-kemungkinan pencopotan Novanto sebagai Ketua DPR RI," katanya.
Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengatakan, MKD segera melakukan rapat untuk menentukan posisi ketua DPR RI yang baru. "Kami tidak tinggal diam, kami mencoba untuk konsultasi ke fraksi-fraksi. Mudah-mudahan dalam minggu depan itu bisa dilakukan," ujar Sudding, di Jakarta, Kamis (23/11).
Menurut dia, meski belum ditetapkan sebagai tersangka, Novanto tetap bisa diberhentikan dengan beberapa catatan. Di antaranya, jika Novanto telah melanggar sumpah dan janji jabatan. Novanto tidak dapat tugasnya secara berkelanjutan ataukah berhalangan tetap selama tiga bulan. Kemudian ketika Novanto dijatuhi hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas.
Maka dengan demikian, sambung kata Sudding, catatan tersebut dapat dimanfaatkan oleh fraksi-fraksi dalam rapat konsultasi pekan depan. Sehingga, MKD dapat mengeluarkan rekomendasi kepada Fraksi Golkar untuk dilakukan pergantian.