REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan ancaman kepunahan satwa Indonesia semakin nyata dengan semakin beratnya tantangan yang dihadapi. Karena itu, peran masyarakat terutama generasi muda sangat dibutuhkan untuk ikut melakukan upaya penyelamatan.
"Pendidikan konservasi harus lebih dimasifkan, bagaimana mendidik masyarakat berbuat yang benar di lingkungannya," kata Sekretaris Utama LIPI, Siti Nuramaliati P, dalam seminar memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Gedung Kusnoto LIPI, Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Siti mengatakan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang diperingati setiap tahun bukan untuk cinta satwanya lalu dimiliki, dipelihara atau dipetik, tapi bagaimana mendidik masyarakat memelihara dan merawatnya satwa maupun tumbuhan tersebut. Seperti yang dilakukan negara-negara lain ketika musim dingin, masyarakatnya menaruhkan makanan di atap rumah digantungkan supaya burung-burung bisa makan.
"Memberi makan makhluk lain itu amal. Nilai-nilai ini perlu ditanamkan sejak dini di sekolah, dan lingkungan sekitarnya bagaimana penerapan hari cinta puspa dan satwa," katanya.
Siti menyebutkan tantangan pelestarian satwa dan fauna Indonesia cukup berat. Sementara secara karakteristik Indonesia yang terdiri atas banyak pulau sehingga masing-masing memiliki spesifik tumbuhan maupun satwahnya baik di darat maupun lautan.
Berbeda dengan Amerika Latin yang memiliki keanekaragahaman hayati (Kehati) dengan jenis sedikit, tetapi jumlah atau populasinya cukup banyak. "Beda dengan Indonesia kondisi geologinya membuat tubuhan dan satwa ini rentah, walau kehati kita kaya jenisnya tetapi jumlah atau populasinya terbatas," katanya.
Terbatasnya jumlah populasi ini, lanjutnya, juga dipengaruhi karakteristik masyarakat Indonesia yang belum memiliki kepedulian terhadap keberlanjutan satwa dan fauna.
Sebagai contoh Jurik Bali yang hanya ada di Bali. Banyak satwa-satwa endemik lainnya yang diperdagangkan secara ilegal membuat populasinya semakin berkurang di alam.
Satwa endemik Indonesia tersebut laku terjual di pasar internasional dengan harga jutaan rupiah, dijual secara ilegal. Satwa tersebut diperdagangkan untuk peliharaan maupun untuk konsumsi dan obat-obatan. "Bangsa dan rakyat Indonesia belum peduli dengan kehati tersebut, hanya mementingkan nilai ekonominya," katanya.