REPUBLIKA.CO.ID, BANTEN -- Ade Wahyudi memutuskan kembali ke kampung halamannya di Desa Alaswangi, Menes, Pandeglang, Banten, setelah belasan tahun berkutat hidup di ibu kota, dari sekolah hingga bekerja. Awalnya pemuda ini sempat kikuk, namun kemudian bisa menemukan jalan.
Dengan kreativitas melihat kondisi di daerahnya yang banyak drum bekas, ia berhasil memanfaatkan limbah tersebut menjadi berbagai produk dengan nilai estetis dan ekonomi tinggi. Seperti sofa, meja, tong sampah dan kursi.
Distrik of Art (DoA) menjadi wadah komunitas yang dibentuk Ade bersama rekan-rekannya dalam menjalankan proses kreatif tersebut. “Sejauh ini sudah banyak pemesan dari luar Pandeglang, seperti Tangerang, Depok, Serang dan Bogor. Dari banyaknya peminatan terhadap produk yang dihasilkan saat ini sudah ada enam pemuda yang dilibatkan. Sementara pemuda yang tergabung di komunitas DoA sekitar 25 orang,” ujar Ade yang awalnya bekerja honorer di Kementerian UKM di Jakarta, namun memutuskan kembali ke kampong halaman pada 2016.
Ade mengakui, tinggal di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, awalnya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hasrat berkarir di daerah nyatanya tidak semudah kita berimajinasi. Butuh tenaga ekstra, emosi dan juga jiwa. Tidak lain penyebab utamanya adalah soal ketersediaan lapangan pekerjaan, langka dan minim. Ditambah dengan kondisi lingkungan yang secara umum sangat memprihatinkan, banyak lingkungan yang tercemar serta anak-anak muda yang belum memiliki pekerjaan tetap.
Berangkat dari kondisi itu, Ade pun nekat untuk mulai membuka lapangan pekerjaan, dengan memberdayakan anak-anak muda di sekitaran rumah. Awalnya Ade sempat memiliki ide membuat sebuah agrobisnis, namun banyak dari para pemuda tidak memiliki latar dan minat dalam bidang pertanian. Akhirnya, dia memutuskan untuk membuat sebuah lini usaha yang berbau seni dan kreatifitas serta memiliki nilai tambah terhadap lingkungan.
“Kami memulai sebuah projek seni dengan memanfaatkan limbah drum yang kami sulap menjadi berbagai barang interior dengan nilai estetis dan ekonomi tinggi seperti sofa, meja, tong sampah dan kursi,” ujar pemuda yang lahir dari ayah asal Cirebon dan Ibu dari Banten ini.
Selain berorientasi pada pemberdayaan, Ade juga berkeinginan untuk memunculkan kepuasan bagi anak-anak muda di daerahnya. Ternyata, hasil karyanya bersama anak-anak muda di Menes dilirik oleh Bupati Pandeglang dan artis senior Dik Doank. “Tentu hal ini juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka, namun hal itu tidak lantas menjadikan kami berbesar kepala, kami sadar masih banyak inovasi yang harus kami kejar, agar semakin banyak nilai kebermanfaatan yang dihasilkan meskipun itu berasal dari limbah,” kata Pemuda kelahiran 16 Januari 1988 itu.
Kreativitas dan keahliannya di bidang seni kriya ini juga membuat Ade mendapat banyak orderan. Baik dari Pemerintah Kabupaten Pandeglang maupun perorangan. Seperti mendesain taman atau mendasan ruangan interior. Dalam sebulan, kini omzet penjualan produk dan jasanya sudah 20 sampai 30 juta. Wajar jika ia mengaku menyesal kenapa tidak dari dahulu kembali ke desa, membangun daerahnya sambil menjalankan kewirausahaan.
“Ya, saya menyesal kembali ke desa! Sangat menyesal mengapa tidak dari dulu saya membangun, mengembangkan dan mengabdi di desa, saya sangat menyesal baru sekarang tersadarkan bahwa seharusnya desa dijadikan halaman depan sebuah rumah –negara- sehingga harus kita benahi, ditata dan dikelola,” tutur Ade.
Ade merupakan satu dari 78 pemuda teknopreneur penggerak dan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang menjadi binaan dan mendapatkan pelatihan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Bersama para pemuda terseleksi lain dari 34 provinsi, Ade mendapatkan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pemuda Berbasis IPTEK dan IMTAK bertema “Pemuda sebagai Penggerak Sentra Pemberdayaan Pemuda di Desa” yang digelar di Bogor, Jawa Barat pada akhir Juli 2017. Para pemuda yang direkrut dalam pelatihan yang digelar Asisten Deputi Bidang Peningkatan IPTEK dan IMTAK Pemuda Kemenpora itu, sebagian besar memang berasal dari beberapa titik pada 40 desa percontohan dan 14 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Kreativitas Ade ini juga telah mengantarkannya terpilih sebagai juara Pemuda Pelopor dari Provinsi Banten untuk bidang lingkungan. Namun untuk tingkat nasional, ia hanya masuk nominasi.
Selain kesibukannya berkreasi di Distrik of Art, dalam waktu bersamaan, Ade bersama pemuda lainnya menginisiasi Pemuda Lintas Desa (Pelita Desa), sebuah spirit kebersamaan untuk terus bergerak membangun desa. Salah satunya adalah mensinergikan pemuda-pemuda untuk membangun dan mengembang lingkungan desa. Rehabilitasi Teluk salah satu produk kolaborasi anak-anak muda Pandeglang.
“Saat ini kami juga tengah berkolaborasi dengan Yayasan Cahaya Qur’ani Indonesia membina 1022 anak-anak yatim yang berasal dari enam kecamatan di wilayah Kab. Pandeglang, kami membantu membina anak-anak untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuan, pendidikan, kewirausahaan, seni, pertanian adalah program binaan yang secara langsung dibina dan dibimbing oleh anak-anak muda yang tergabung kedalam Pelita Desa,” jelas pemuda lulusan Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta ini.