Kamis 23 Nov 2017 09:40 WIB

Euforia Pendidikan Islam

Murid kelas VI Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah Attaqwa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hari pertama di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (18/5).
Foto: Antara/Dewi Fajriani
Murid kelas VI Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah Attaqwa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hari pertama di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Data Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama menunjukkan, ada 78.035 lembaga pendidikan Islam di seluruh wilayah Indonesia. Mereka terdiri atas jenjang pendidikan raudlatul atfhal, madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, dan perguruan tinggi keagamaan Islam.

Raudlatul athfal merupakan terbanyak jumlahnya, yakni 27.999 unit yang diikuti oleh madrasah ibtidaiyah 24.560 unit. Berikutnya adalah madrasah tsanawiyah sebanyak 16.934 unit, madrasah aliyah 7.843 unit, dan PTKI 699 kampus. Kalau ditotal, jumlah sekolah yang menerapkan pendidikan Islam sebanyak 78.035 unit.

Bandingkan dengan jumlah sekolah pendidikan umum, baik negeri maupun swasta. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan, jumlah sekolah negeri dan swasta dari jenjang TK hingga SMA sebanyak 302.097 unit. Artinya, jumlah sekolah yang menerapkan kurikulum pendidikan Islam hanya sepertiga dari sekolah umum.

Bagaimana dengan jumlah tenaga pengajarnya? Data Kemenag memperlihatkan, jumlah guru di sekolah Islam mencapai 1.159.543 orang. Adapun di sekolah umum mencapai 3.133.638 guru. Bila dibandingkan, jumlah guru di sekolah Islam hampir sepertiga dari guru umum.

Mengenai jumlah murid, di sekolah Islam terdapat 10.001.230 siswa. Di sekolah umum, terdapat 49.833.002 siswa. Jumlah siswa di sekolah Islam sekitar seperlima dari siswa di sekolah umum.

Data statistik ini memperlihatkan besarnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah yang menerapkan pendidikan Islam. Persentase jumlah sekolah dan jumlah guru di sekolah Islam yang mencapai sepertiga dari di sekolah umum ini menunjukkan tingginya kebutuhan terhadap pendidikan Islam di masyarakat kita.

Demikian pula, dengan data jumlah siswa di sekolah Islam yang mencapai hampir seperlima di sekolah umum. Hal ini menjadi bukti antusiasme masyarakat agar anak mereka memperoleh pendidikan berbasis keagamaan. Masyarakat kita memegang teguh prinsip bahwa pendidikan agama adalah hal penting dan mendasar, baik bagi orang tuanya maupun anak-anak mereka. Pendidikan keagamaan menjadi keharusan untuk ditanamkan sejak dini.

Angka yang dipaparkan Kemenag ini belum memasukkan sekolah berbasis keagamaan yang didirikan oleh swasta. Tren yang berkembang saat ini, jumlah sekolah Islam terpadu memperlihatkan kenaikan. Sekolah-sekolah Islam terpadu bermunculan, mulai dari jenjang TK hingga SMA.

Salah seorang pejabat di Kemenag mengungkapkan, di beberapa daerah, jumlah siswa di sekolah Islam terus bertambah. Padahal, penambahan jumlah sekolahnya tak sebanding dengan penambahan siswanya. Akibatnya, beberapa orang tua siswa sampai bercanda untuk rela membawa kursi sendiri demi anaknya bisa bersekolah di madrasah. Akibatnya, sekolah umum kekurangan siswa.

Ada dua kemungkinan untuk menjelaskan fenomena ini. Pertama, masyarakat memandang penting anak mereka mendapatkan pendidikan keagamaan sejak dini. Kedua, tren ini membuktikan kualitas sekolah Islam lebih unggul ketimbang sekolah umum. Namun, apa pun kemungkinannya, euforia sekolah Islam ini harus disambut positif.

Bagaimana caranya? Tentu dengan menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung. Sarana berarti terkait dengan metode pembelajaran atau kurikulum yang memperlihatkan syumuliyatul Islam. Bahwa Islam itu adalah agama yang sempurna, agama yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan.

Tidak ada istilah pemisahan antara ilmu agama dan ilmu alam, ilmu qauliyah dan ilmu kauniyah. Islam mengajarkan bagi umatnya untuk mempelajari semua ilmu yang akan membawa bekal baginya hidup selamat di dunia dan akhirat.

Prasarana berarti seluruh pihak yang terkait dengan pendidikan Islam mesti menyiapkan tempat pembelajaran atau gedung yang memadai, yang memungkinkan siswanya belajar dengan nyaman. Demikian juga, dengan alat pendukung belajar-mengajar, mulai dari buku bahan ajar hingga peralatan praktikum dan laboratorium jika diperlukan.

Perpaduan yang lengkap antara software dan hardware ini akan menjadikan pendidikan Islam berada terdepan dari sisi kualitas. Sejauh ini, jumlah madrasah memang banyak tersebar, tapi bagaimana dengan kualitasnya? Utamanya madrasah yang dikelola swasta. Apakah dari sisi tempat belajar sudah memadai? Apakah peralatan pendukung belajar-mengajar sudah tersedia lengkap?

Tentu murid madrasah tidak fokus belajar jika gedung sekolah mereka atapnya bocor atau plafonnya hampir runtuh. Bagaimana mungkin sang murid madrasah mampu menyerap ilmu secara optimal jika buku atau peralatan praktikum tidak lengkap tersedia.

Dalam konteks ini, euforia yang memperlihatkan tingginya minat masyarakat terhadap pendidikan Islam mesti seiring sejalan dengan dukungan terhadap sarana dan prasarana yang terkait. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri untuk mewujudkan pendidikan Islam yang paripurna. Pihak swasta pun tak mungkin merealisasikanya sendirian.

Sinergi yang baik antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Saling mendukung dan saling mengisi mesti terencana dengan baik. Euforia terhadap pendidikan Islam ini harus dikelola secara sistematis karena berkaitan dengan penyiapan generasi Muslim mendatang. n

(Tajuk Republika).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement