Rabu 22 Nov 2017 16:42 WIB

Heboh Besarnya Gaji Tim Gubernur Anies

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat acara pelantikan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (ilustrasi)
Foto:
Anies Baswedan

Apa bedanya tim yang dibentuk Anies-Sandi dengan tim gubernur pada masa Jokowi, Ahok dan Djarot?

Tim yang membantu gubernur ini mulai dibentuk pada masa Jokowi menjadi gubernur (2012-2014) melalui Surat Keputusan Gubernur No 201 Tahun 2014. Tujuannya untuk mengawasi kinerja dinas-dinas dan memberi laporan  kepada gubernur dan wagub. Tim juga memberikan masukan kepada gubernur, wagub dan dinas.

Hanya saja pada masa Jokowi tim tersebut terkesan menjadi tempat buangan para pejabat yang dinilai tidak punya kinerja yang baik. Salah satu pejabat yang pernah “dibuang” ke TGUPP adalah Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono yang kemudian terbukti korupsi dan dijatuhi hukuman. Pada masa Djarot masuk nama mantan Kepala Inspektorat Larso Marbun yang dicopot Ahok karena bermasalah.

Ketika  Ahok menjadi gubernur keberadaan TGUPP masih dipertahankan. Saat itu malah muncul sejumlah nama yang sering disebut sebagai staf pribadi, atau staf khusus dan anak magang. Mereka ini tidak tercatat secara resmi dalam TGUPP, atau staf apapun. Dalam nomenklatur  Pemprov DKI tidak ada posisi “staf khusus.”

Sebagai “tim Ahok”  anak-anak muda ini bebas beredar di balaikota DKI. Mereka ikut dalam rapat-rapat dan menemui para kepala dinas dan satuan birokrasi lainnya. Seorang anak magang  bernama Ismail Al Anshori malah mengaku berani memarahi dinas-dinas. Pengakuan ini viral.

Uniknya anak-anak magang, atau apapun namanya ini tidak ada SK gubernurnya, tidak jelas tanggung jawabnya, dan dari anggaran apa mereka dibayar.

Salah satu nama staf khusus Ahok yang paling terkenal adalah Sunny Tanuwijaya. Dia pernah dicekal oleh KPK dalam kasus Perda Reklamasi yang melibatkan anggota DPRD dari Gerindra M Sanusi.

Nama Sunny juga sempat disebut majalah Tempo sebagai perantara dana operasional “Teman Ahok,”  yang diperoleh dari pengembang. Seorang anggota DPR RI dari PDIP Junimart Girsang bahkan menyebut jumlah dananya sebesar Rp 30 miliar.

Dalam pemeriksaan KPK, berdasarkan keterangan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rapat kerja di DPR, Sunny mengaku berkomunikasi soal pengurangan  kontribusi tambahan Pulau Reklamasi dengan Aguan seorang taipan yang menjadi bos pengembang PT Agung Sedayu Group.

Di sidang yang mengadili Sanusi, Aguan mengaku sering bertemu secara informal dengan Ahok. Keduanya telah lama saling mengenal. Ahok mengaku Aguan sering bertandang ke rumahnya sambil makan empek-empek, dan minum es kacang merah. _So close_.

Apa sesungguhnya posisi Sunny juga tidak begitu jelas. Kepada media Ahok memberi keterangan berubah-ubah. Semula dia menyebut Sunny sebagai anak magang. Sehari kemudian berubah menjadi teman, tapi Ahok juga mempersilakan bila ada yang menyebutnya sebagai staf khusus. Aneh khan?

Jadi apa posisi Sunny sebenarnya? Sampai sekarang tidak jelas. Dalam sidang pengadilan Tipikor Sunny mengaku tidak digaji oleh Ahok. Dia mendapat gaji dari PT Rajawali Corporate.

Ketidakjelasan status seperti inilah yang ingin dirapihkan oleh Anies. Tidak boleh lagi ada staf gubernur, atau orang yang mengaku sebagai staf gubernur, tapi mendapat gaji dari swasta.  Pasti ada benturan kepentingan, dan menyalahi prinsip pemerintahan yang bersih dan baik _(good governance)._

Anies-Sandi  ingin semuanya transparan, akuntabel, dan tidak menyalahi nomenklatur Pemprov. Keberadaan TGUPP, atau staf khusus harus jelas siapa saja mereka, apa tanggung jawabnya, berapa anggarannya, berapa mereka dibayar, bagaimana mereka bekerja, bagaimana mereka dipilih, dan apa identitasnya?

Jadi sudah jelas mengapa anggaran gaji Tim Gubernur sekarang menjadi jauh lebih besar?  Karena semua dibiayai oleh APBD dan tidak ada lagi staf model Sunny yang sehari-hari bertindak atas nama Ahok, tapi digaji oleh swasta. Semuanya transparan dan akuntabel.

Bahwa berita ini akan terus digoreng, ya tidak usah kaget. Seperti lirik dalam lagu 'Shake It Off'  milik Taylor Swift: And Hater, they gonna hate.

* Hersubeno Arief, Jurnalis Senior.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement