Selasa 21 Nov 2017 01:03 WIB

Indonesia Terjual?

Kapitalisme ciptakan kesenjangan (ilustrasi)

Pertama, kezaliman politik. Mengingat kekuasaan terhadap manusia dimonopoli oleh komunitas tertentu di antara mereka. Komunitas yang memonopoli kekuasaan ini senang memaksakan kehendaknya kepada rakyat.

Mereka melakukannya tanpa memberikan hak kepada siapa pun untuk mengemukakan pendapatnya dalam menyusun program dan cara kerja penguasa. Di sana telah terjadi perampasan hak rakyat secara masif oleh sentral kekuatan politik negara.

Kedua, kezaliman sosial. Proses penjaringan penguasa dalam sistem kapitalisme diberikan hanya kepada orang-orang berduit dan yang mau melakukan tindakan tercela berupa suap atau gratifikasi. Akibatnya, orang-orang yang sebenarnya memiliki kejujuran dan integritas tidak ada peluang sama sekali jika tak memiliki uang.

Kapitalisme dengan demikian berwatak diskriminatif terhadap orang-orang baik yang sejatinya layak menjadi pemimpin. Terbukti banyaknya tindak pidana korupsi adalah cara untuk mengembalikan modal politik penguasa dalam sistem kapitalisme.

Ketiga, kezaliman ekonomi. Tumbuhnya kelas sosial kapitalis yang memiliki kekayaan yang melimpah di satu sisi, tetapi terdapat pula kelas sosial yang sangat miskin di sisi lain. Kekayaan segelintir orang bisa melebihi harta ratusan juta rakyat jelata.

Hal ini diakibatkan oleh belum terpikirnya pembuatan peraturan pendistribusian kekayaan negara kepada rakyat. Karena itu, tumbuh kelas sosial yang kaya (kapitalis) yang rakus dan menzalimi sesama demi memuaskan nafsunya tanpa mengindahkan aturan. Tumbuhlah praktik-praktik ribawi yang sangat menjerat si miskin.

Keempat, kezaliman jiwa. Masyarakat kapitalistik tidak dibangun di atas asas persaudaraan, melainkan pemaksaan dan kepentingan sepihak. Inilah yang kemudian menghilangkan kejernihan jiwa penguasa dan rakyat.

Mereka tumbuh menjadi penindas yang lemah. Jiwa mereka menjadi gelap penuh egoisme dan kecongkakan. Akibatnya, berbagai bentuk kejahatan dan kriminalitas tumbuh subur dari pucuk penguasa hingga rakyat jelata. Rakyat kemudian banyak mengalami stres dan depresi akibat tekanan ekonomi yang kian menjerat.

Jika demikian, alangkah eloknya jika seluruh penguasa sebagai pengemban amanah rakyat di negeri ini melakukan reorientasi paradigma terhadap sistem kenegaraan bangsa ini.

Tidaklah sulit untuk memahami bahwa negeri ini telah hampir runtuh kedaulatannya akibat cara pandang materialisme ini. Semoga para penguasa tidak melakukan misdiagnosis sehingga melakukan tindakan malapraktek atas penyakit negeri ini.

Dari sinilah semoga sistem Islam bisa menjadi alternatif terbaik bagi obat mujarab atas penyakit kronis negeri ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement