REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun berpendapat keberadaan Badan Penerimaan Pajak (BPP) merupakan kebutuhan yang mendesak. Pasalnya, reformasi bukan hanya di bidang aturan-aturan semata, tapi juga di bidang institusinya.
"Kalau instrumen institusi yang kita betulkan. Tetapi, kalau software kita perbaiki, sementara kalau komputernya tidak kita upgrade kan sama saja," kata dia dalam keterangannya, Senin (20/11).
Menurut Misbakhun, keseluruhan reformasi itu di dalamnya adalah bagaimana kita mendirikan BPP secara mandiri. Sehingga ada kewenangan-kewenangan yang dimiliki badan itu terkait pengelolaan SDM, pengelolaan anggaran, membangun roadmap, membangun kebijakan ke depan akan seperti apa.
“Di situ hanya bisa dijalankan oleh badan yang otonom, yang dikelola dengan baik. Dan, di dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dibicarakan badan itu,” kata Misbakhun.
Berbicara pada seminar nasional ‘Perpajakan Pasca Tax Amnesty untuk Kemandirian Bangsa’ yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bandung di Hotel El Royale, Senin (20/11), ia menegaskan, BPP adalah keputusan politik yang sudah menjadi amanat presiden Jokowi, janji kampanye presiden, dan tentunya Partai Golkar sebagai pendukung pemerintah ingin bagaimana janji kampnaye Presiden Jokowi ini bisa direalisasiskan dengan baik. Kemudian, presiden bisa menceritakan pada Pemilu 2019 bahwa yang menjadi janji presiden sudah dijalankaan dengan baik oleh para pembantunya. Karena itu, ia berharap pada 2018 RUU KUP akan bisa selesai.
“Badan Penerimaan Pajak ini bukan selera seorang pejabat, bukan selera orang per orang, bukan selera siapa pun. Presiden Jokowi tentunya punya ide bagaimana membangun Badan Penerimaan Pajak melihat dari kebutuhan bangsa dan negara ini. Dilihat dari bangsa negara ini tentunya tugas bersama mencari bentuk idealnya,” kata Wasekjen DPP Partai Golkar itu.
Mengenai bentuk badan, apakah semi otonom sebagaimana usulan peemrintah, Misbakhun bilang, di DPR itu ada 10 partai/fraksi. Nanti, kita akan diskusikan dan pasti akan ada jalan keluar dari diskusi kita. Kalau Golkar, tegas Misbakhun, menginginkan badan penerimaan pajak full otonom. Pasalnya, dengan full otonom akan memberikan kewenangan yang lebih fleksibel secara kelembagaan.
“Secara kelembagaan inilah yang akan memberikan kewenangan bagaimana organisasi ini dikelola, dari sisi SDM, sisi anggaran, dan sebagainya. Dan ini akan memberikan insentif tersendiri dan menjadi motivasi pegawai Direktorat Jenderal Pajak untuk bisa bekerja lebih optimal, sehingga target-target bisa terealisasikan dan tercapai,” ucap Misbakhun.