REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kader Partai Golkar, sekaligus Ketua DPD I Partai Golkar Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena meminta agar kasus korup KTP Elektronik (KTP-el) yang melilit Setya Novanto dipisahkan dari partai. Melki berdalih kasus korupsi tersebut merupakan masalah pribadi Novanto bukan Golkar sebagai organisasi. Namun dia tidak memungkiri Golkar ikut terkena dampak dari kasus tersebut.
"Dia (Novanto) sedari awal mengatakan ini kasus pribadi tidak ada kaitannya dengan partai. Maka kami mendorong untuk menyelesaikan kasus hukumnya," kata Melki saat menjadi pembicara dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11).
Selain itu, Melki juga menyampaikan bahwa Novanto adalah pribadi yang taat hukum. Itu dibuktikan ketika pertama kali terlibat kasus korupsi proyek KTP Elektronik, dia sangat kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun saat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK di DPR RI muncul memengaruhi posisi Novanto sebagai ketua DPR RI.
Apalagi, ada pimpinan DPR RI lainnya yang kerap mengkritik keras kepada lembaga antirasuah tersebut. Sehingga hal ini memengaruhi sikap Novanto terhadap KPK. Disamping itu, Melki mengatakan, Novanto merasa bahwa hak-haknya sebagai ketua dan juga anggota DPR RI tidak difasilitasi dengan baik.
Selain itu, menurut Melki dalam kasus mega korupsi proyek KTP-el, sepertinya Novanto dijadikan sebagai target operasi kasus besar tersebut. Tidak hanya itu, kata Melki, suara Golkar pada Pilpres 2019 juga dibidik. "Kami sadar betul bahwa tiket Partai Golkar untuk pilpres yang diperebutkan. Tapi di internal, kami tetap solid meski kami harus mengakui ada wacana yang muncul soal Munaslub," tuturnya.