REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo (UTM) Mochtar W Oetomo mengungkapkan pentingnya muncul cagub lain selain Saifullah Yusuf dan Khofifah Indar Parawansa pada kontestasi Pilgub Jatim 2018. Pasalnya, pertarungan dua kubu diametral (berhadap-hadapan) antara Saifullah Yusuf dan Khofifah Indar Parawansa dikhawatirkan akan memecah Nahdlatul Ulama.
"Inilah yang dikhawatirkan. Melahirkan perpecahan di tubuh NU. Pertarungan antar kiai jelas akan memengaruhi grass root, setidaknya juga para santrinya," kata Mochtar di Surabaya, Sabtu (18/11).
Mochtar kemudian mengibaratkan petarungan antara Saifullah Yusuf dengan Khofifah layaknya Perang Paregreg di zaman Kerajaan Majapahit. Dimana, perang antar anak Hayam Wuruk ini menjadi awal keruntuhan Majapahit. "Poros tengah atau poros emas yang pada pilgub Jatim 2018 mendatang, akan menjadi penyelamat Perang Paregreg di Pilgub Jatim 2018," ujar Mochtar.
Pakar komunikasi politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Suko Widodo juga memiliki anggapan yang sama. Terjunnya kiai dalam praktik politik, di mana yang bersaing adalah kader terbaik NU, menurutnya dapat memicu perang ala Perang Paregreg.
"Meskipun pengibaratannya agak sedikit salah, tetapi ini yang paling mendekati pas. Karena Perang Paregreg, Majapahit langsung mengalami kemunduran," kata Suko.
Maka dari itu, Suko berharap, pada kontestasi Pilgub Jatim 2018 ini, jangan sampai membuat para kiai mulai melupakan khitahnya sebagai begawan di tengah masyarakat. Sebab, dengan begitu bukan tidak mungkin nantinya Jawa Timur juga mengalami kemunduran. "Kiai seharusnya menjadi penengah, bukan larut dalam praktik politik praktis," ujar Suko.