REPUBLIKA.CO.ID, Muhammadiyah dalam rentang usianya yang sudah lebih dari satu abad telah merasakan dinamika kehidupan berbangsa. Kiprah membangun dan mengisi ruang kehidupan kebangsaan yang berlandaskan bingkai kebersamaan atas prinsip toleransi dan kebinekaan dari Muhammadiyah tidak perlu diragukan.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Agung Danarto mengatakan, tidak mudah merajut dan merekatkan bangunan kebangsaan. Mengingat, bangsa ini merupakan bangsa yang sangat besar, dan besar itu tidak sekadar luas wilayah. "Tapi besar karena luasnya keberagaman dan latar belakang sosialnya," kata Agung, Kamis (16/11).
Keragaman bangsa bisa bermakna kekuatan dan kelamahan, dan keragaman jadi kekuatan bila potensi kekuatan itu bisa dipupuk untuk tumbuh dan maju karena dengan keragaman yang ada bisa tercipta rasa saling menghargai, mengisi dan melengkapi. Termasuk, bekerja sama dalam rangka mewujudkan tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
Dari satu sisi, keragaman bangsa yang sangat kompleks turut memunculkan kerawanan yang menjadi titik lemah atau kelemahan, karena mudah retak dan pecah, yang pemicunya seperti perbedaan latar belakang budaya, pandangan, sikap dan orientasi di dalam tata hidup secara bersama. Karenanya, keragaman atau kebinekaan harus dirawat dan direkatkan dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional bersama.
Secara sosial, benih-benih keretakan kehidupan bisa muncul karena adanya pikiran dan perasaan saling curiga dan diskriminasi dalam kehidupan, yang membuat kita mudah saling curiga, berprasangka tidak baik sampai memunculkan sikap tidak percaya. Kerawanan dan keretakan bangunan kehidupan berbangsa juga akan semakin rentan, manakala elite bangsa dan pemangku kebijakan tidak sensitif dan diskriminatif.
Muhammadiyah sebagai bagian dari aset bangsa secara sadar terus berupaya untuk menjaga dan merawat rumah kebangsaan, agar tetap kokoh, padu, dan maju. Berbagai produk pemikiran untuk meneguhkan kebinekaan dan toleransi mendapat perhatian yang cukup serius, bahkan ada program-program yang sepenuhnya untuk melayani masyarakat tanpa mebedakan latar belakang sosial.
Bertepatan Milad Muhammadiyah ke-15 tahun yang dalam hitungan Masehi jatuh pada 18 November 2017, PP Muhammadiyah memilih tema yaitu Muhammadiyah Merekat Kebersamaan. Tema ini bermakna Indonesia yang lahir dari hasil kesepakatan pendahulu, harus terus dipelihara agar bisa menjadi negara yang bersatu.
Artinya, harus ada upaya aktif dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan Indonesia bersatu, agar upaya itu bukan hanya berujung kepada slogan, melainkan realitas. Sebagai salah satu elemen masyarakat, Muhammadiyah mencoba membina rekatan yang saat ini sedang memudar di tengah masyarakat karena konflik sosial.
Terlepas dari itu, dalam acara resepsi Milad Muhammadiyah yang akan digelar Jumat (17/11) malam, akan dihelat di Pagelaran Keraton Yogyakarta. Agung menekankan, Muhammadiyah dan Keraton Yogyakarta memiliki sejarah yang panjang.
"Muhammadiyah itu sejak awal bisa dikatakan selalu disupport (dukung) oleh Keraton, itu nampak ketika KH Ahmad Dahlan dikirim ke Timur Tengah," ujar Agung.
Terkait konsep acara, ia menerangkan, nantinya anggota PP Muhammadiyah akan mengenakan pakaian adat Jawa. Dan perwakilan-perwakilan wilayah Muhammadiyah dari berbagai daerah akan memakai baju adat daerahnya masing-masing. "Konsep adat seperti ini tentu menjadi salah satu upaya rekatan yang menjadi satu kesatuan yang harmonis," kata Agung.
PP Muhammadiyah turut mengundang berbagai macam elemen masyarakat, mulai dari tokoh-tokoh agama, bangsa, politik, dan khususnya warga Persyarikatan Muhammadiyah. Selain itu, PP Muhammadiyah akan mengadakan Muhammadiyah Award, yang akan diberikan kepada orang-orang yang memiliki jasa besar bagi persyarikatan.
Mereka yang akan menerima penghargaan di antaranya Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ada pula salah satu warga biasa yang memiliki dedikasi dan kedermawanan dalam membangun Rumah Sakit Muhammadiyah H. Roemani, dan Prof Mitsuo Nakamura peneliti asal Jepang yang telah banyak meneliti perkembangan Islam, khususnya Muhammadiyah.