Jumat 17 Nov 2017 19:32 WIB
Milad Muhammadiyah

Meneguhkan Kebinekaan, Makna Besar Milad Muhammadiyah

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Muhammadiyah
Foto: wikipedia
Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammadiyah dalam rentang usianya yang sudah lebih dari satu abad telah merasakan dinamika kehidupan ber­bangsa. Kiprah membangun dan me­ngisi ruang kehidupan kebangsaan yang berlan­daskan bingkai kebersamaan atas prinsip toleransi dan kebinekaan dari Muhammadiyah tidak perlu diragukan.

Sekretaris PP Muhammadiyah, Agung Danarto mengatakan, tidak mudah merajut dan merekatkan bangunan kebangsaan. Mengingat, bangsa ini merupakan bangsa yang sangat besar, dan besar itu tidak sekadar luas wilayah. "Tapi besar karena luasnya keberagaman dan latar belakang sosial­nya," kata Agung, Kamis (16/11).

Keragaman bangsa bisa bermakna kekuatan dan kelamahan, dan keragaman jadi kekuatan bila potensi kekuatan itu bisa dipupuk untuk tumbuh dan maju karena dengan keragaman yang ada bisa tercipta rasa saling menghargai, mengisi dan melengkapi. Termasuk, bekerja sama dalam rangka mewujudkan tujuan hidup berbangsa dan ber­negara.

Dari satu sisi, keragaman bangsa yang sangat kompleks turut memunculkan kerawanan yang menjadi titik lemah atau kelemahan, karena mudah retak dan pecah, yang pemicunya seperti perbedaan latar belakang budaya, pandangan, sikap dan ori­entasi di dalam tata hidup secara bersama. Karenanya, keragaman atau kebinekaan harus dirawat dan direkatkan dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional bersama.

Secara sosial, benih-benih keretakan kehidupan bisa muncul karena adanya pikiran dan perasaan saling curiga dan diskriminasi dalam kehidupan, yang membuat kita mudah saling curiga, ber­pra­sangka tidak baik sampai memunculkan sikap tidak percaya. Kerawanan dan keretakan bangunan kehidupan berbangsa juga akan semakin rentan, manakala elite bangsa dan pemangku kebijakan tidak sensitif dan diskriminatif.

Muhammadiyah sebagai bagian dari aset bangsa secara sadar terus berupaya untuk menjaga dan merawat rumah kebangsaan, agar tetap kokoh, padu, dan maju. Berbagai produk pemikiran untuk meneguhkan kebinekaan dan toleransi mendapat perhatian yang cukup serius, bahkan ada program-program yang sepenuhnya untuk melayani masyarakat tanpa mebedakan latar belakang sosial.

Bertepatan Milad Muhammadiyah ke-15 tahun yang dalam hitungan Masehi jatuh pada 18 November 2017, PP Muhammadiyah memilih tema yaitu Muhammadiyah Merekat Kebersamaan. Tema ini bermakna Indonesia yang lahir dari hasil kese­pakatan pendahulu, harus terus dipelihara agar bisa menjadi negara yang bersatu.

Artinya, harus ada upaya aktif dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan Indonesia bersatu, agar upaya itu bukan hanya berujung kepada slogan, melainkan realitas. Sebagai salah satu ele­men masyarakat, Muham­madiyah men­coba mem­bina rekatan yang saat ini se­dang memudar di tengah masya­rakat karena konflik sosial.

Terlepas dari itu, dalam acara resepsi Milad Muhammadiyah yang akan digelar Jumat (17/11) malam, akan dihelat di Pagelaran Keraton Yogyakarta. Agung menekankan, Muham­madiyah dan Keraton Yogyakarta memiliki sejarah yang panjang.

"Muhammadiyah itu se­jak awal bisa dikatakan se­lalu di­sup­port (dukung) oleh Kera­ton, itu nam­pak ke­tika KH Ahmad Dah­lan dikirim ke Timur Tengah," ujar Agung.

Terkait konsep aca­ra, ia menerangkan, nanti­nya anggota PP Muhammadiyah akan menge­nakan pakaian adat Jawa. Dan perwakilan-perwakilan wilayah Muham­madiyah dari berbagai daerah akan memakai baju adat daerahnya masing-masing. "Konsep adat seperti ini tentu menjadi salah satu upaya rekatan yang menjadi satu kesatuan yang harmonis," kata Agung.

PP Muhammadiyah turut mengundang berba­gai macam elemen masyarakat, mulai dari tokoh-tokoh agama, bangsa, politik, dan khususnya warga Persyarikatan Mu­ham­madiyah. Selain itu, PP Muhammadiyah akan mengadakan Muhammadi­yah Award, yang akan diberikan ke­pada orang-orang yang memiliki jasa besar bagi per­syarikatan.

Mereka yang akan menerima penghargaan di antaranya Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ada pula salah satu warga biasa yang memiliki dedikasi dan kedermawanan dalam membangun Rumah Sakit Muhammadiyah H. Roemani, dan Prof Mitsuo Naka­mura peneliti asal Jepang yang telah banyak meneliti perkembangan Islam, khususnya Muhammadiyah. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement