Kamis 16 Nov 2017 11:13 WIB

Disabilitas Rawan Dijadikan Objek Pelanggaran di Pilgub

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat, Harminus Koto
Foto: Dok Republika
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat, Harminus Koto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Pengawas Pemil (Bawaslu) Jabar gencar menggelar Sosialisasi Pengawasan Partisipastif kepada berbagai kelompok masyarakat. Pasalnya, berbagai pelanggaran kerap mewarnai pelaksaan pesta demokrasi, termasuk Pilgub Jabar, seperti politik uang hingga kecurangan saat pemilih menyalurkan hak pilihnya di bilik tempat pemungutan suara (TPS).

Menurut Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto, perempuan dan masyarakat disabilitas rentan dijadikan sebagai objek pelanggaran. Sehingga, Bawaslu Jabar mengundang sejumlah organisasi perempuan dan disabilitas untuk mengantisipasi terjadinya berbagai pelanggaran tersebut.

"Kami ajak mereka berdiskusi dan mengajak mereka berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemilu dan mengimbau mereka menolak berbagai bentuk pelanggaran," Harminus Dalam Sosialisasi Pengawasan Partisipatif yang digelar Rabu petang (14/11).

Harminus mengatakan, dua kelompok masyarakat tersebut diajak berperan aktif mengawasi jalannya Pilgub Jabar 2018 agar terhindar dari berbagai pelanggaran dan kecurangan. Dalam sosialisasi tersebut, pihaknya berupaya memberikan pemahaman terkait berbagai bentuk pelanggaran yang kerap terjadi dalam pesta demokrasi dan dikhawatirkan terjadi dalam Pilgub Jabar 2018 mendatang.

"Sosialisasi ini diberikan agar mereka memahami dan berpartisipasi untuk melaporkan bentuk-bentuk pelanggaran yang dimungkinkan terjadi di Pilgub Jabar," katanya.

Harminus menilai, perempuan dan warga disabilitas sering dijadikan objek pelanggaran oleh pasangan calon yang bertarung di ajang Pilgub Jabar. Pelanggaran yang kerap menyasar kaum perempuan, misalnya money politics berupa pemberian sembako. Semantara warga disabilitas kerap tidak dicantumkan dalam daftar pemilih tetap (DPT). "Kaum ibu itu memiliki peran besar dan sering jadi sasaran pemberian sembako," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, Bawaslu Jabar akan mendorong agar ibu-ibu menolak sembako dan melaporkan pelakunya kepada panwas (panitia pengawas). Sementara pengakuan disabilitas, umumnya tak tercantum dalam DPT.

Harminus pun mengimbau, seluruh pasangan calon yang akan bertarung di Pilgub Jabar 2018 beserta tim suksesnya tidak berupaya mempengaruh pilihan calon pemilih. Karena, upaya tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran pidana.

"Mereka, jangan dimanfaatkan seperti itu. Kalau terjadi mempengaruhi hak pilih seseorang, itu pelanggaran pidana," katanya.

Aktivis disabilitas asal Bogor Hasan Basri mengatakan, warga disabilitas umumnya minim mendapatkan sosialisasi terkait pelaksanaan pesta demokrasi, termasuk Pilgub Jabar 2018. "Sosialisasi ke bawah masih kurang," katanya.

Minimnya sosialisasi, kata dia, berakibat pada banyaknya warga disabilitas yang kerap menjadi sasaran oknum-oknum pasangan calon untuk mempengaruhi pilihannya. Penyandang tuna netra pun, kerap dijadikan objek pelanggaran saat berada di bilik TPS.

"Ketika dia mencoblos, tapi diarahkan kepada paslon yang memang bukan pilihannya, terkadang juga kertas (surat suara) diputar agar dia memilih paslon tertentu," kata Hasan.

Berbagai kecurangan, kata dia, memang kerap dialami oleh warga disabilitas. Hasan berharap, melalui pelibatan warga disabilitas dalam pengawasan partisipatif ini, berbagai bentuk pelanggaran yang melibatkan warga disabilitas bisa ditekan.

Menurut Kustini dari Organisasi Wanita Disabilitas Jabar, peran serta masyarakat disabilitas pada Pemilu saat ini masih kurang. Jd, ia mendorong semua untuk aktif. "Kami akan berupaya meningkatkan peran semua masyarakat disabilitas terutama pada Pilkada serentak dan Pilgub," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement