Selasa 14 Nov 2017 17:34 WIB

Kematian dr L Jadi Puncak Kekerasan Terhadap Perempuan

Red: Nur Aini
Ilustrasi Penembakan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Penembakan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan kasus kematian dr L yang ditembak mati oleh suaminya dr. Helmi merupakan bentuk "femicide".

Femicide adalah penghilangan nyawa perempuan berhubungan dengan identitas gendernya.  Dalam kata lain, femicide merupakan puncak dari kekerasan terhadap perempuan yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan.

"Femicide jarang terungkap atau dilaporkan, karena dianggap korban sudah meninggal," kata komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Selasa (14/11).

Komnas Perempuan mencatat bahwa femicide minim terlaporkan ke Komnas Perempuan ataupun lembaga layanan, karena dianggap korbannya sudah meninggal, padahal hak asasi seseorang atas martabat, hak kebenaran, hak atas keadilan dan sebagainya, tidak berhenti dengan hilangnya nyawa.

Femicide cenderung hanya dianggap kriminalitas biasa yang ditangani polisi, yang lebih fokus untuk mencari pelaku, minim analisis kekerasan berbasis gender, tidak ada diskusi dan kurang perhatian aspek pemulihan korban serta keluarganya.

"Femicide perlu menjadi perhatian, karena dapat saja terjadi karena tidak dijalankannya fungsi perlindungan korban saat terancam nyawanya, termasuk dalam konteks PKDRT. Femicide terjadi karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban, dan pelaku adalah orang-orang dekat yang dikenal korban," kata dia.

Pola-pola femicide yang selama ini dianalisis Komnas Perempuan berasal dari data terlaporkan langsung, tertulis, media dan mitra, menunjukkan bahwa femicide dapat disebabkan oleh kekerasan seksual dengan atau berakhir pembunuhan, ketersinggungan maskulinitas seksual laki-laki. Selain itu kecemburuan, kawin siri yang tidak ingin terbongkar, menghindar tanggungjawab karena menghamili, prostitusi terselubung yang minim pantauan, dan kekerasan dalam pacaran. Pelaku adalah orang-orang yang dikenal, orang dekat, baik pacar, kawan kencan, suami, pelanggan, dan lainnya.

Pola femicide-nya juga sadis dan tidak masuk akal, korban dimasukkan dalam koper, dibuang di bawah jalan tol, terjadi di tempat kost atau hotel dengan kondisi jenazah dihukum secara seksual, dibunuh dalam keadaan hamil, dibuang ke lumpur, jurang, dan lainnya.

Komnas Perempuan mencatat lima kasus pengaduan femicide yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan, kemudian melalui penelusuran kliping di media pada 2017 saja, ada sekitar 15 kasus pembunuhan perempuan, termasuk dr. L.

Pada 2016, kasus-kasus yang mencuat antara lain kasus pembunuhan dan perkosaan berkelompok YY di Bengkulu, kisah korban yang diperkosa lalu dibunuh dengan gagang cangkul menancap di vagina korban, pembunuhan, dan kekerasan seksual kepada F anak 9 tahun di Kalideres. Pembunuhan korban yang dibuang dalam kardus di bawah jalan tol, pembunuhan (mutilasi) ibu hamil di Tangerang karena relasi personal janji nikah (eksploitasi seksual).

Pelapor Khusus PBB untuk VAW (Violence Against Women), Dubracka Simonovic, pada 2015, telah menyerukan kepada dunia agar setiap negara membuat "femicide watch" atau "gender related killing of women watch".

Selain itu, meminta agar data-data tersebut harus diumumkan setiap 25 November pada Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Data WHO menyebutkan di seluruh dunia 37 persen pembunuhan perempuan dilakukan oleh intimate partner yakni suami, pacar, mantan suami, dan mantan pacar. Agar hal tersebut tak terulang Komnas Perempuan meminta polisi harus siaga penuh untuk menjaga dan menjamin keamanan pelapor atau perempuan yang terindikasi terancam jiwanya.

Kemudian Komnas Perempuan meminta Media untuk menghindari viktimisasi pada korban dengan menjaga integritas korban dan keluarganya, selain itu Komnas Perempuan meminta masyarakat, termasuk keluarga besar, tempat kerja, organisasi, lembaga pendidikan untuk menjadi bagian untuk pencegahan dan perlindungan berbasis komunitas. Pemerintah juga diminta menyerukan pendataan yang serius terhadap femicide sebagai acuan agar bisa diambil langkah sistemik untuk pencegahan dan penangannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement