Selasa 14 Nov 2017 07:58 WIB

Millennialnomics

Generasi milenial lebih gemar menabung.
Foto: citi.io
Generasi milenial lebih gemar menabung.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Delly Ferdian, Co-founder Millennial Wave Analytics

Anak muda zaman sekarang atau lebih tepatnya disebut generasi milenial, dikenal sebagai generasi yang punya banyak ide cemerlang. Generasi milenial lebih suka bekerja dengan gaya yang santai, dengan kreativitas dan tentunya inovatif.

Ya, begitulah gaya mereka. Oleh karena itu, jangan kaget kalau dibanyak perusahaan berbasis milenial, anak-anak mudanya bekerja seolah-olah sedang kongko di cafe hits, dengan setelan modis ala "kid zaman now" yang sedang viral.

Wajar jika banyak yang bilang, perkembangan ekonomi kreatif sangat bergantung kepada selera milenial. Mulai dari pebisnis kuliner, hiburan, sampai dengan fesyen, semuanya kejar-kejaran untuk melayani kebutuhan para milenial.

Lihat saja, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah komposisi penduduk produktif (15-35 tahun) yang juga dapat kita golongkan sebagai generasi milenial pada saat ini mencapai 40 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Jumlah tersebut akan bertambah cukup signifikan di 2020 dengan persentase sekitar 50-60 persen dari semula. Bayangkan jika potensi milenial dapat digarap maksimal, tentu mimpi bangsa Indonesia menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia semakin nyata.

Ekonomi milenial

Gebrakan-gebrakan baru selalu hadir dari tindakan para milenial. Mereka mendobrak kebuntuan dan kekakuan kita dalam berpikir dan bertindak. Semuanya disulap jadi praktis dan efisien. Bukankah praktis dan efisien adalah mimpi dari kebutuhan ekonomi kita?

Tak dapat dimungkiri, perekonomian kita saat ini butuh penyegar. Masyarakat sudah lama haus akan perubahan. Masyarakat butuh sentuhan-sentuhan baru, masyarakat telah lama bosan dengan hal yang itu-itu saja. Menjadi wajar tatkala sesuatu yang terbilang baru dan menarik datang, masyarakat mulai berbondong-bondong pindah selera, seperti misalnya kehadiran angkutan daring.

Dulu, masyarakat harus pasrah dengan minimnya angkutan umum. Jika ada, ongkos yang dipatok pun terbilang mahal, tidak efisien, dan kurangnya kenyamanan serta rasa aman yang ditawarkan. Kehadiran angkutan daring pun seolah mendobrak itu semua.

Kenyamanan dan rasa aman sudah jelas jadi prioritas, belum lagi soal harga yang relatif miring, dan efisiensi akses pengguna layanan. Oleh karena itu, wajar jika banyak yang mengatakan bahwa angkutan daring adalah angkutan terefisien abad ini.

Hadirnya gebrakan-gebrakan baru, perlahan demi perlahan membuat pasar lama mulai kehilangan pamor, konvensional seolah kebakaran jenggot. Wajar jika demikian, pasalnya pemain lama ataupun konvensional tak pernah melakukan perubahan dalam melayani masyarakat.

Toh, sejatinya, melayani masyarakat adalah tujuan utama dari pemerintah dan juga private sector. Inilah yang disebut dengan disruptive innovation, adanya inovasi sejatinya akan membantu menciptakan pasar yang baru dan menghantam serta meruntuhkan pasar yang sudah ada. Inilah mengapa pentingnya dilakukan peningkatan daya saing masyarakat agar pemain lama mampu tetap eksis dalam aktivitas perekonomian.

Bicara soal perubahan, saya yakin bahwa perubahan yang dibawa para milenial telah memberikan dampak yang cukup signifikan. Contohnya saja pada sektor ekonomi kreatif yang terdongkrak oleh e-commerce.

Sekarang siapa saja bisa berjualan, tak perlu ongkos yang besar, tak perlu juga menyewa tempat untuk menggelar lapak, cukup di rumah saja, lalu promosikan barang yang ingin dipasarkan melalui aplikasi seperti Shope, Tokopedia, Bukalapak, dan banyak lainnya. Soal efisiensi, jelas tak perlu diragukan, say good bye buat ongkos yang memberatkan, harga pun dapat dipukul serendah mungkin di pasaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement