Selasa 14 Nov 2017 06:19 WIB

Pemkab Bogor Dinilai Lalai Atasi Sekolah Rusak

Kondisi plafon kelas 1 SDN Cipinang 01 Kecamatan Rumpin, Bogor, Senin (13/11). Kondisi ini membuat siswa harus berbagi kelas dengan murid kelas 6 SD.
Foto: dok. Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia
Kondisi plafon kelas 1 SDN Cipinang 01 Kecamatan Rumpin, Bogor, Senin (13/11). Kondisi ini membuat siswa harus berbagi kelas dengan murid kelas 6 SD.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia menilai Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat lalai mengatasi persoalan sekolah rusak, menyusul ambruknya SD Negeri Cipinang 01 di Kecamatan Rumpin. "Untuk kedua kalinya SDN Cipiang 01 Rumpin mendapat musibah, kali ini plafon dan rangka plafon sekaligus penyangga atap tiba-tiba roboh," kata Anwar Razak, Koordinator Divisi Advokasi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah KOPEL Indonesia, Senin (13/11).

Peristiwa diketahui terjadi Sabtu (11/11) kemarin sekitar pukul 09.30 WIB. Untungnya saat kejadian tersebut murid yang belajar di kelas tersebut sedang berolahraga di luar kelas. "Ini kejadian yang kedua kalinya. Sebelumnya kejadian serupa terjadi di kelas IV yang berada satu deret dengan kelas yang roboh saat ini," katanya.

Anwar menyebutkan SDN Cipenang 01 Rumpin salah satu sekolah pendampingan KOPEL Indonesia dan YAPPIKA-ActionAid dalam Program Sekolah Aman. Sekolah tersebut masuk perhatian serius kedua lembaga karena kondisi bangunan yang sudah tua. "Kondisi atap dan rangka plafon yang sudah dimakan rayap. Sangat tidak aman bagi anak-anak yang setiap hari belajar di bawah plafon dan atap ini," kata Anwar.

Oktober lalu KOPEL Indonesia merilis 6.265 ruang kelas di wilayah Kabupaten Bogor rusak dan membutuhkan penanganan secepatnya untuk menciptakan sekolah yang aman bagi anak-anak. 6.265 ruang sekolah rusak tersebar di 10 kecamatan yakni Parung Panjang 34 persen, Tenjolaya, Jonggol juga 34 persen, Cariu 31 persen, Bojonggede 29 persen, dan rumpin 20 persen.

Menurutnya, terdapat 188.340 anak yang selama ini terpaksa mengikuti kegiatan belajar mengajar (KMB) dalam kondisi tidak aman dan nyaman. Bahkan terancam keselamatannya, dan 140.820 anak terpaksa belajar di ruang kelas sekat atau bahkan di teras rumah warga karena kekurangan ruang kelas. "Kondisi seperti ini bisa-bisa jiwa mereka menjadi korban karena kelalaian pemerintah," kata Anwar.

Anwar menyebutkan pihaknya sudah beberapa kali melaporkan ke Dinas Pendidikan dan Bappeda, bahkan ke DPRD terkait kondisi sekolah tersebut. Namun hanya menyatakan akan perhatikan tapi tidak ada aksi nyata. "Padahal sudah disampaikan kalau sekolah ini dalam keadaan darurat karena cuaca di Bogor bisa sewaktu-waktu mempercepat robohnya sekolah ini," kata Anwar.

Ia menilai respons Pemda sangat lamban, seakan tidak peduli nasib anak-anak yang terancam. Padahal anggaran di Kabupaten Bogor memiliki Rp 6,5 Triliun termasuk yang tertinggi di Indonesia. "Tapi kondisi infrastruktur pendidikannya sangat memprihatinkan," katanya.

Dari data Disdik Kabupaten Bogor Sendiri jumlah ruang kelas rusak pada tahun 2017 ini sekitar 6.000 kelas. Dan hanya sekitar 200 ruang kelas yang dapat diselesaikan oleh Pemda tahun ini dengan anggaran Rp 147 miliar.

Kepala SDN Cipinang 01 Rumpin, Umamah menyebutkan plafon dan rangka atap sekolah tiba-tiba roboh. Pihak sekolah kaget, karena saat itu jam pelajar sedang berlangsung. "Untungnya saat dicek anak-anak sedang berolahraga di luar," katanya.

Menurut Umamah dia telah melaporkan kondisi sekolah ke UPT Kecamatan Rumpin, dan laporan Dapodik sudah diupdate menjadi rusak berat. Bahkan sudah diusulkan dalam Musyawarah Perencanaan Desa.

Tetapi laporan tersebut belum ada tanggapan pengalokasian anggaran hingga akhirnya plafon sekolah lebih duluan roboh. Pihak sekolah juga pernah mendapat bantuan dari Bank Permata untuk penggantian ubin, tapi tidak semuanya. Sementara atap bangunan sekolah belum diperbaiki. "Dana BOS tidak bisa kami alokasikan ke situ karena kerusakannya berat," kata Umamah.

Sekolah yang berlokasi di Desa Cipinang Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, ini memiliki tiga ruang kelas dan satu ruangan guru yang sudah tidak layak pakai. Kondisinya mengancam keselamatan murid-murid yang sedang belajar.

Menurut informasi di lapangan sekolah ini termasuk bangunan tua karena dibangun sejak tahun 1986. Namun masih aktif digunakan belajar. Belum pernah ada perbaikan yang signifikan, sekolah menampung anak sekitar 205 murid.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement