Senin 13 Nov 2017 14:30 WIB

Tak Terima Vonis Hakim, Miryam: Saya Diintimidasi oleh Novel

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus pemberian keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi pengadaan KTP-el, Miryam S Haryani, menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/11).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Terdakwa kasus pemberian keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi pengadaan KTP-el, Miryam S Haryani, menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Partai Hanura, Miryam S Haryani mengaku tak terima dengan vonis yang dijatuhi Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (13/11). Dia pun masih pikir-pikir sebelum memutuskan langkah banding atas vonis tersebut.

"Saya secara pribadi keberatan, saya sejak pertama sudah katakan jangankan jadi terdakwa atau terpidana, jadi tersangka saja sejak awal saya keberatan, tapi saya menghormati proses hukum karena ini proses pengadilan," ujarnya usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11).

Mirya mengaku dirinya dan tim pengacara akan mengkaji vonis hakim, sebelum memutuskan apakah mengajukan langkah banding atas vonis tersebut. Selain itu, Miryam mengaku juka masih tak terima dengan tekanan yang ia terina dari para penyidik KPK saat ia diperiksa.

"Saya ditekan, diintimidasi oleh saudara Novel Baswedan. Saya katakan itu di Pengadilan, apa yang dirasa saya ungkapkan di Pengadilan, kalau saya mengungkapkan itu kesalahan saya, saya nggak tahu," ujarnya.

Miryam menyebut justru Novel yang telah memberikan keterangan palsu di persidangan Irman dan Sugiharto. Menurut dia, Novel yang seharusnya dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Sekarang begini, memberikan keterangan tidak benar, ada satu penyidik yang memberikan keterangan tidak benar yaitu Novel Baswedan. Saya akan kejar kemana pun," tegasnya.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan kepada anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura, Miryam S Haryani. Hukuman ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Miryam dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Terbukti secara sah melakukan tindakan pidana sengaja memberilan keterangan tidak benar. Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun denda 200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan pidana selama 3 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement