REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Momentum peringatan Hari Pahlawan di kota Medan diwarnai dengan aksi unjuk rasa para buruh. Mereka meminta pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
Aksi tersebut digelar di depan kantor Gubernur Sumut, Jl P Diponegoro, Medan, Jumat (10/11). Ratusan massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memadati jalanan. Tak ketinggalan, massa juga membawa spanduk dan karton bertuliskan tuntutan mereka.
"Kami menolak kebijakan upah murah. Cabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan," kata Sekertaris FSPMI, Tony Dickson Silalahi, Jumat (10/11).
Tony mengatakan, kelayakan buruh telah dijamin dalam undang-undang. Menurut UUD 1945, 'Tiap-tiap warga negara berhak atas dan penghidupan yang layak bagi kemanusian'. Selain itu, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga mengamanatkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusian.
"Kedua undang-undang itu menjamin bahwa setiap pekerja atau buruh berhak mendapatkan upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga," ujar dia.
Menurut Tony, akibat kebijakan upah murah yang diterapkan pemerintah, ekonomi pekerja atau buruh semakin rendah. Akibatnya, daya beli menurun sehingga berdampak pada lemahnya perekonomian. Hal itu pun, lanjutnya, telah nyata terlihat saat ini.
"Lihat sekarang, banyak barang-barang produk perusahaan di pasaran tidak laku terjual. Perusahaan yang tutup itu mengakibatkan terjadinya PHK besar-besaran terhadap pekerja atau buruh," kata Tony.
Tony berharap, tuntutan mereka didengar oleh Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi. Dengan begitu, aspirasi itu diharap dapat disampaikan atau diteruskan kepada pemerintah pusat.