Kamis 09 Nov 2017 20:40 WIB

Pimpinan DPR: Kriteria Aliran Kepercayaan Harus Diperjelas

Nana Kuryana (kanan), warga Kuningan, Jawa Barat, penganut kepercayaan Sunda Wiwitan hadir di gedung Mahkamah Konstitusi bersama rekan-rekannya, Selasa (7/11).
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Nana Kuryana (kanan), warga Kuningan, Jawa Barat, penganut kepercayaan Sunda Wiwitan hadir di gedung Mahkamah Konstitusi bersama rekan-rekannya, Selasa (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menilai Komisi VIII DPR harus memanggil pihak terkait untuk memperjelas kriteria aliran kepercayaan. Hal itu perlu dilakukan untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan penganut aliran kepercayaan masuk dalam kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Kriteria kepercayaan (dalam kolom agama) agama harus diperjelas, apalagi teman-teman Komisi VIII DPR harus tindak lanjut klarifikasi ke MK," kata Taufik di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis (9/11).

Dia menilai, pengertian aliran kepercayaan tidak boleh sampai melahirkan agama baru sehingga harus diperjelas pengertiannya sesuai dengan konteks Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dia mencontohkan, ajaran yang sudah dilarang dan tidak diperbolehkan serta sudah menjadi keputusan pengadilan, tentu tidak boleh masuk dalam aliran kepercayaan.

Kriteria kepercayaan juga harus ada rapat antara Kemendiknas karena kepercayaan selama ini di bawah naungan Kemendiknas dengan Kementerian agama. "Jadi harus ada rapat antara Komisi VIII, Kemendiknas, Kemenag dan MK terkait koridor-koridor kepercayaan itu apa saja," ujarnya.

Politisi PAN itu mengatakan jangan sampai posisi ratusan aliran kepercayaan harus diperjelas dalam redaksional aturannya agar tidak ada kontroversi di masyarakat. Menurut dia, teknis penulisan aliran kepercayaan di KTP Elektronik harus ada perubahan dengan payung hukumnya karena belum ada identitas di luar agama yang sah dan diakui negara.

"Teknis penulisan di KTP Elektronik pun harus ada perubahan payung hukum karena selama ini belum ada identitas diluar agama yang sah dan diakui oleh negara," ujarnya.

Namun, Taufik belum bisa berpendapat apakah perubahan payung hukum itu dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan atau hanya membentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Menurut dia, langkah perubahan payung hukum itu dilakukan setelah ada kesepakatan pembahasan teknis dari aspek substansinya. "Misalkan menurut teman-teman fraksi di Komisi VIII hanya cukup peraturan pemerintah saja, itu berarti ada kesepakatan politik. Tapi kalau perlu harus ada esensial dan detail maka harus dilakukan revisi UU Administrasi Kependudukan sehingga ada payung hukum yang lebih kuat," katanya.

Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan permohonan para pemohon uji materi terkait Undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk). Kata 'agama' yang ada pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk 'kepercayaan'.

"Majelis hakim mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Hakim MK Arief Hidayat ketika membacakan putusan di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement