REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintahan. Salah satu amanat dalam Inpres tersebut yakni agar para menteri tidak menunjukkan perbedaan pendapat di depan publik sehingga berpotensi menimbulkan kegaduhan.
Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, selama ini kerap terjadi perbedaan pendapat antarmenteri kabinet kerja. Sehingga, dibutuhkan Inpres untuk meminimalisasi perbedaan tersebut. "Sering anda mengkritik perbedaan pandangan menteri A ngomong, berbeda dengan menteri B. Karena itu kita ingin menghindari supaya masyarakat tidak bingung," ujar Jusuf Kalla ketika ditemui dikantornya, Selasa (7/11).
Dengan adanya Inpres tersebut, ke depannya para menteri boleh berbicara mengenai suatu kebijakan ke publik setelah dilakukan harmonisasi terlebih dahulu antar kementerian terkait. Jusuf Kalla menjelaskan, sebetulnya Inpres ini sudah sering dibicarakan dalam rapat kabinet oleh Presiden.
Bahkan, Presiden sempat menegur para menteri dengan nada marah karena adanya perbedaan pendapat tersebut. "Karena lisan tidak mempan, ya (mengeluarkan) Inpres sekalian," kata Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla membantah jika adanya Inpres tersebut membuat praktik pemerintahan akan kembali seperti era Orde Baru yakni hanya menteri penerangan saja yang mempunyai hak berbicara. "Ini beda, kalau dulu hanya Harmoko yang bicara, ini semua menteri boleh bicara, asal kalau mengeluarkan kebijakan bicara dulu dengan menteri terkait dan menteri koordinator yang memfasilitasi," kata Jusuf Kalla.
Sebagaimana diketahui, perbedaan pendapat kerap terjadi dalam kabinet terkait sejumlah kebijakan. Misalnya kebijakan mengenai proyek reklamasi atau proyek kereta cepat yang memang secara tidak langsung berdampak pada masyarakat dan juga perekonomian.