Selasa 07 Nov 2017 13:54 WIB

Miryam dan Rudi Alfonso Mengaku Diperiksa untuk Setnov

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Miryam S Haryani
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Miryam S Haryani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah politikus yang diduga memilki keterkaitan dengan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta pada Selasa (7/11). Belum diketahui kepentingan mereka datang ke gedung KPK, karena nama mereka tidak ada dalam jadwal agenda pemeriksaan yang dirilis oleh Biro Humas KPK.

Sampai saat ini sudah ada lima orang yang menyambangi gedung KPK, mereka adalah pengacara Rudi Alfonso, politisi Partai Hanura Miryam S Haryani, kemudian Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap KPK Agun Gunandjar Sudarsa, mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap, dan mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno.

Saat dikonfirmasi wartawan Rudi mengaku datang untuk memberikan keterangan untuk Ketua DPR RI Setya Novanto. "(Diperiksa untuk) SN," ucap Rudi singkat. Hal senada diungkapkan oleh Miryam. "Untuk Setya Novanto," ujarnya.

Sementara Agun, tak mau mengungkapkan kedatangannya ke KPK terkait kasus apa."Tanya sama Febri (Jubir KPK) saja. Yang pasti saya diperiksa sebagai saksi," ucap Agun.

Kabiro Hukum KPK Febri Diansyah tak membantah saat ditanya mengenai pemeriksaan saksi-saksi di atas untuk Setya Novanto. Dia menyatakan, bahwa para pihak yang dipanggil diperiksa untuk pengembangan kasus KTP-el. "Hari ini ada sejumlah saksi yg diperiksa untuk pengembangan kasus KTP-el," kata Febri.

Setelah dinyatakan lepas dari status tersangka korupsi KTP elektronik (KTP-el), nama Setya Novanto diduga kembali menjadi tersangka. Ketua DPR itu diduga kembali berstatus tersangka setelah beredarnya surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) baru dari KPK.

Kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi mengaku belum mendapatkan SPDP tersebut. "Itu (SPDP) enggak ada," kata Yunadi saat dikonfirmasi, Senin (6/11).

Menurut Yunadi, dirinya belum menerima sprindik ataupun SPDP dari KPK. "Jadi yang beredar hanya isu, diduga yang menyebarkan ada maksud busuk," tambah Yunadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement