REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Yayasan Peduli Anak Kanker (YPAK) Provinsi Bali kedua kalinya menggelar kegiatan #HairForLife untuk anak-anak usia dini dengan penyakit kanker. Acara penggalangan dana ini juga dibarengi dengan peluncuran "Gerakan Peduli Anak Kanker Bali" sebagai wujud kepedulian masyarakat bagi anak berkebutuhan khusus ini.
Pembina YPAK Bali, Dwi Wahyu Kurniawan mengatakan anak-anak penderita kanker rata-rata akan gundul sebagai risiko dari kemoterapi yang dijalani. Mereka tidak hanya sakit secara fisik, tapi juga sakit secara psikologi. YPAK menantangi undangan untuk berani gundul.
"Untuk anak-anak ini, rambut adalah mahkota. Kita berusaha berempati pada anak-anak dengan kegiatan ini," kata Wahyu di Plaza Renon, Denpasar, Ahad (5/11).
YPAK Bali mempunyai empat program besar. Dua di antaranya adalah pengobatan dan rumah singgah. Program pengobatan bertujuan melayani seluruh pasien anak yang menderita kanker dan tumor. YPAK Bali membantu pengobatannya bekerja sama dengan swasta dan pemerintah.
Rumah singgah atau rumah sehati adalah rumah di mana anak-anak penderita kanker boleh tinggal di dalamnya sampai sembuh. Proses pengobatannya berlangsung tiga hingga empat tahun. Wahyu mengatakan semua biaya hidup, makan, dan minum digratiskan.
Kanker adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. Mereka yang masih berusia belia paling merasakan perjuangan melawan kanker yang tak mudah. Waktu yang seharusnya digunakan untuk bermain dan belajar digantikan dengan waktu untuk menjalani pengobatan, sembari berjuang melawan penyakit.
Setiap anak penderita kanker berhak memperoleh pengobatan dan perawatan terbaik, termasuk hak belajar dan bermain, meski dalam kondisi sakit. YPAK Bali di acara ini membuka donasi bersifat sukarela tanpa batas minimum. Pesertanya berasal dari pengunjung Plaza Renon, elemen, komunitas, dan organisasi di Bali, seperti Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan 90-95 persen kejadian penyakit kanker akibat pengaruh pola hidup, di mana 30-35 persen karena faktor makanan, 20-30 persen karena tembakau atau rokok, 15-20 persen karena infeksi, 10-20 persen karena kegemukan atau kurang berolah raga, 4-6 persen karena konsumsi alkohol, dan 5-10 persen karena genetik atau keturunan.