REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Keberadaan jalan tol ruas Bawen- Salatiga dinilai belum akan efektif untuk mengurangi kepadatan kendaraan di jalan negara. Alasannya, tarif jalan tol Semarang- Solo seksi III ini dinilai terlalu mahal.
Anggota DPRD Kabupaten Semarang, Said Riswanto mengaku mendapatkan banyak masukan dari masyarakat terkait pemberlakuan tarif tol Semarang- Solo untuk ruas Bawen- Salatiga ini. Umumnya, mereka mengku besaran tarif tersebut cukup mahal, apalagi jika dibandingkan dengan dua seksi yang sudah ada sebelumnya.
"Banyak warga yang enggan memanfaatkan jalan tol ini karena alasan mahal," katanya di Ungaran, Kamis (2/11).
Said mejelaskan, jalan tol ruas Bawen- Salatiga sepajang 17,6 kilometer tersebut dinilai mahal. Sehingga, warga setempat hanya menggunakan jika mendesak atau terpaksa.
Tarif tol dari Salatiga sampai Ungaran Rp 24.500 untuk sekali jalan. Sehingga, jika warga dua kali memanfaatkan jalan tol ini, pengguna jalan sudah mengeluarkan biaya hampir Rp 50 ribu.
Uang Rp 50 ribu bisa untuk membeli tambahan bahan bakar minyak. Apalagi, kalau tujuannya ke Kota Semarang yang pengeluaran untuk membayar jalan tol bertambah.
Sehingga, masyarakat wilayah selatan Kabupaten Semarang seperti orang Suruh atau Salatiga lebih memilih lewat jalan utama. Persoalan lain, belum semua angkutan barang berbadan lebar seperti truk kontainer atau trailer bisa melalui jalan tol ini.
Kondisi ini mengakibatkan kepadatan kendraan masih menumpuk di jalur utama Semarang-Solo. "Artinya jalan tol ini belum efektif untuk mengurangi kepadatan di jalan negara atau jalan negara," tandasnya.
Untuk itu, Said meminta tarif tol Bawen-Salatiga ditinjau ulang. Agar tujuan pembangunan jalan tol untuk memecah kepadatan lalu lintas di jalan utama Semarang- Solo bisa optimal.
General Manager Teknik dan Operasional PT TMJ, Prayudi mengaku masyarakat tetap antusias memanfaatkan jalan tol ruas Bawen- Salatiga. "Sedangkan penetapan tarif sudah disesuaikan dengan nilai investasi ruas Bawen- Salatiga yang terjadi penambahan, oleh karena beberapa permintaan masyarakat."