REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan seruan antihoax (antiberita bohong) sebenarnya sudah ada di dalam Alquran, yakni Surat An-Nur ayat 11-28 yang banyak menjelaskan mengenai larangan penebaran fitnah atau berita bohong.
"Dalam Alquran Surat An-Nur ayat 11-28 ada, dijelaskan penyebar berita bohong dinamai 'kadzibun ifki'," kata anggota Komisi Fatwa MUI, M Nurul Irfan usai Forum Dialog dan Literasi Media bertema "Bijak Bermedia Sosial" di Semarang, Kamis (2/11).
Menurut dia, semangat Alquran sudah sejak awal mengajak umat manusia untuk tidak menebar kebohongan sebagaimana diistilahkan sekarang ini yang media atau sarananya semakin berkembang seiring kemajuan teknologi informasi. Menyikapi maraknya hoax yang semakin memprihatinkan, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial karena sudah bersifat mendesak dan menjadi keprihatinan bersama banyak pihak.
"Kami berusaha keras memberikan guidance (petunjuka) untuk menangkal berbagai konten negatif, termasuk hoax di medsos. Ya, itulah yang mendasari MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 24/2017 sebagai panduan bermuamalah dalam medsos," katanya.
Diakuinya, perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat membuat masyarakat cenderung tidak menggunakan medsos secara bijak sehingga banyak bermunculan hoax, berbagai fitnah, ujaran kebencian, hingga radikalisme dan terorisme.
"Makanya, kami lakukan sosialisasi ke berbagai daerah melalui kegiatan semacam ini bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Ini penting untuk membawa generasi yang lebih baik," ujar Irfan.
Tenaga Ahli Kemenkominfo Donny Budhi Utoyo mengatakan upaya menangkal maraknya berita bohong tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah, tetapi harus melibatkan peran serta seluruh pihak, termasuk masyarakat. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah, salah satunya dengan kebijakan registrasi ulang nomor telepon seluler dengan memasukkan atau mengirimkan kembali Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK).
"Sebab, kita tidak pernah tahu siapa orang di balik nomor yang dipakai berkomunikasi. Ya, salah satunya menangkal hoax, penipuan, seperti 'Mama Minta Pulsa', dan sebagainya. Makanya, harus ada mekanisme menangkalnya," katanya.