Kamis 02 Nov 2017 04:04 WIB

129 Ribu Warga Bandung Terancam Hak Pilihnya

Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak 129.000 warga di Kabupaten Bandung terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018-2023 karena belum terekam sebagai pemilik Kartu Tanda Penduduk Elektronik.

"Makanya, kami terus mendorong masyarakat untuk segera melakukan perekaman data untuk KTP elektronik. Paling tidak kalaupun mereka belum mendapatkan KTP elektronik karena keterbatasan blanko setidaknya mereka bisa mendapatkan surat keterangan sebagai syarat memilih," kata Ketua KPU Kabupaten Bandung Agus Hasbi dalam Rakor Pilgub Jawa Barat 2018, yang digelar oleh Panwaslu Kab Bandung di Bandung, Rabu (1/11).

KPU Kabupaten Bandung, menurut dia, selama ini telaj melakukan pemutakhiran data pemilih lewat panitia pemutakhiran pemilih melalui tokoh masyarakat setempat seperti RT atau RW karena mereka lebih memahami kondisi warganya.

Namun, pihaknya mengakui persoalan data pemilih tidak bisa dihindari sekalipun telah menggunakan teknologi canggih lewat aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Ia mengatakan sistem tersebut memang bisa mendeteksi data kegandaan akibat warga yang telah pindah penduduk, tapi masih tercatat.

"Karena yang menginput data kependudukan itu manusia sehingga sangat mungkin terjadinya human error," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslu Kabupaten Bandung Hedi Ardia menambahkan pemilih ganda, data pemilih invalid, pemilih tidak dikenal, data pemilih tidak lengkap, akurasi data pemilih dan derajat kemutakhiran data pemilih merupakan potensi pelanggaran dalam pilkada khususnya di tahapan penyusunan daftar pemilih.

Menurut Hedi, tidak boleh satu orangpun gagal menyalurkan hak konstitusinya dalam Pilgub Jabar mendatang karena hak setiap orang untuk memilih dan dipilih telah dijamin oleh undang-undang sehingga pihaknya meminta kepada instansi terkait untuk tidak main-main dengan masalah akurasi data pemilih.

"Persoalan data pemlih seolah menjadi masalah klasik yang seringkali terjadi dalam setiap even pesta demokrasi. Padahal, pemutakhiran telah dilakukan, tapi pada akhirnya data yang ditetapkan malah data yang lama," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement