Rabu 01 Nov 2017 09:09 WIB

Fenomena Angkutan Daring, DPR Sarankan Revisi UU Lalu Lintas

Rep: Kabul Astuti/ Red: Esthi Maharani
Unjuk rasa ribuan pengemudi transportasi berbasis aplikasi atau online di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (16/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Unjuk rasa ribuan pengemudi transportasi berbasis aplikasi atau online di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengemudi angkutan daring kembali mengadakan aksi demonstrasi di Kantor Kementerian Perhubungan untuk menyuarakan penolakan terhadap Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 108 tahun 2017 yang mengatur tentang angkutan daring, Selasa (31/10).

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Nizar Zahro mengatakan permenhub yang baru tentang angkutan daring ini melanggar UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Darat. Undang-undang menyatakan bahwa kendaraan pribadi dikenai pajak pribadi dan tidak perlu uji kir, tapi dalam permenhub tersebut kendaraan pribadi harus melakukan uji kir dan berbadan hukum laiknya angkutan umum.

Nizar menilai Permenhub No 108 Tahun 2017 ini rawan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Ia yakin para pengusaha angkutan daring yang tidak puas terhadap regulasi ini akan mengajukan gugatan atas permenhub tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

"Permenhub yang baru itu pasti rawan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung. Saran saya, pemerintah segera merevisi UU No 22 Tahun 2009. Karena orang tahu celahnya, dari segi hukum permenhub yang baru itu melanggar UU yang di atasnya," kata Nizar, kepada Republika, Selasa (31/10).

Dalam UU No 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa sepeda motor tidak termasuk angkutan umum. Taksi daring pun tidak termasuk angkutan umum. Karena, setiap kendaraan plat hitam dikategorikan sebagai kendaraan pribadi. Uji kir juga aturannya hanya diwajibkan bagi kendaraan umum, tidak untuk kendaraan pribadi.

Nizar menyatakan jalan satu-satunya yang dapat ditempuh pemerintah adalah melakukan revisi terhadap Undang-Undang No 22 tahun 2009 untuk memasukkan frasa angkutan daring. Sebab, yang terjadi sekarang permenhub tersebut seolah memaksakan aturan angkutan daring harus sama seperti angkutan konvensional.

"Yang jadi persoalan sekarang adalah dasar hukum misalkan kayak uji kir, badan hukum, atau koperasi itu kan berlaku untuk taksi konvensional. Lha kalau pribadi apakah harus seperti itu. Itu yang menjadi masalah," kata Nizar.

Sebelumnya, para pengemudi angkutan daring menyuarakan penolakan terhadap beberapa poin dalam permenhub tersebut. Di antaranya, mengenai aturan batas operasi wilayah, pemasangan stiker pada badan mobil, serta aturan uji kir bagi taksi daring. Aturan ini dinilai memberatkan oleh para pengemudi angkutan daring.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement