Rabu 01 Nov 2017 01:15 WIB

Perlu Perubahan Pola Pikir Terkait Pendidikan Vokasi

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Elba Damhuri
Presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan program pendidikan vokasi di Provinsi Jawa Barat, Jumat (28/7).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan program pendidikan vokasi di Provinsi Jawa Barat, Jumat (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan perlu adanya perubahan pola pikir pemahaman terkait pendidikan vokasi. Sebab, sistem pendidikan ini seolah dianggap pendidikan kelas kedua.

"Imej tersebut harus diubah," katanya dalam acara Simposium Kadin Indonesia 'Pendidikan Vokasi yang Berorientasi pasa Praktik-Peluang bagi Indonesia' di Hotel Borobudur, Selasa (31/10).

Pola pikir yang menganggap pendidikan kejuruan atau permagangan sebagai //secondary class// inilah yang menjadi alasan mengapa angka pengangguran lulusan perguruan tinggi meningkat. Sebab, tidak sedikit orang tua yang menginginkan anaknya belajar di Perguruan Tinggi, menempuh pendidikan formal dengan gelar sarjan. Padahal, lulusan Politeknik ataupun pendidikan vokasi lainnyalah yang dibutuhkan industri saat ini

Sistem pendidikan vokasi ini, kata Hanif, terbukti di Jerman dan negara Skandinavia berhasil mengatasi kendala pengangguran dan kompetensi pekerja. Dengan sistem ini pula, SDM Indonesia akan memiliki kemampuan mumpuni yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.

"Tapi dunia usaha yang membuka rekrutment tidak melulu mengenai ijazah (sarjana: red) agar turut mengubah imej di masyarakat," ujar dia.

Vokaai bukan hanya mengurus pemagangan tapi juha pendidikan dan pelatihan secara total dari SMP hingga SMK. Program vokasi tidak cukup jika ditempuh dalam waktu tiga bulan, Jerman contohnya, memerlukan waktu 2,5 tahun untuk dapat masuk dunia kerja.

Koordinator Program IHK (Kadin) Trier Jerman Andreas Gosche menilai muatan praktik dalam pendidikan vokasi yang selama ini berlangsung di SMK di Indonesia masih minim. Idealnya perlu 70 persen praktik dengan 30 persen materi.

"Muatan praktiknya masih minim, selain itu materi pendidikan vokasi belum si kron dengan harapan dunia usaha dan industri," ujar dia.

Untuk diketahui, pengembangan pendidikan vokasi merupakan program kemitraan antara Kadin Indonesia dan Kadin Jerman berupa pelatihan vokasi di perusahaan-perusahaan Indonesia.

"Dalam sistem ini, siswa kejuruan tak hanya mendapat pendidikan di sekolah melainkan juga melalui pemagangan di perusahaan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement