Selasa 31 Oct 2017 18:15 WIB

Bupati Ungkap Dugaan Pelanggaran Pabrik Kembang Api Kosambi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Komisi IX DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan jajaran Kadisnaker Provinsi Banten dan Kadisnaker Kabupaten Tangerang terkait ledakan pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (31/10).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Komisi IX DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan jajaran Kadisnaker Provinsi Banten dan Kadisnaker Kabupaten Tangerang terkait ledakan pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (31/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengakui sejumlah pelanggaran yang dilakukan PT Panca Buana Cahaya Sukses, pabrik kembang api yang meledak dan menewaskan 47 pegawainya. Zaki mengungkap pelanggaran dari laporan jumlah pegawainya, di mana saat mengurus perizinan pabrik disampaikan hanga memiliki pegawai 10-20 orang.

Namun, saat kejadian ternyata terjadi penambahan pegawai lebih dari 100 orang dan tidak dilaporkan ke dinas terkait. "Pelanggaran di sini terjadi ketika mereka meningkatkan pekerja dan kemudian memulai produksi secara masif, nah ini yang tidak pernah ada laporannya di mana mereka sebenarnya wajib lapor ketika mereka akan memulai produksi di lokasi tersebut. Kalau sudah lebih dari 100 masuknya industri besar," ujar Zaki saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (31/10).

Menurut Zaki, PT Panca Buana Cahaya Sukses mengajukan izin mendirikan pabrik di Kabupaten Tangerang sejak 2016. Sejak izin prinsip diajukan memang pabrik tersebut menyatakan pabrik tersebut adalah pabrik kembang api.

Namun Pemkab Tangerang, baru mengeluarkan izin industri pada Juni 2017 dan baru beroperasi pada September 2017. "Dari izin prinsip izin gangguan, izin lingkungan, menyatakan mereka industri pabrik. Terakhir keluar izin usaha industri di Juni 2017. Mereka mulau produksi sekitar September setelah izin keluar," kata Zaki.

Meski demikian, Zaki berkilah, bahwa Pemkab Tangerang hanya berwenang mengurusi bangunan dan pemanfaaan tata ruang. Sementara, terkait pelanggaran penambahan jumlah pekerja, menurut Zaki hal tersebut merupakan kewenangan dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten.

"Jadi kalau untuk kita sebatas bangunan dan pemanfaatan tata ruang di lokasi tersebut. Tapi kalau untuk tenaga kerja buruh dan lain sebagainya Itu yang wajib mereka laporkan kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten yang kemudian ketika mereka lapor baru dinas turun mengecek safetynya sistemnya dan lain sebagainya ini yang belum mereka laporkan," ungkapnya.

Sebelumnya, kritikan datang dari anggota Komisi XI DPR, Siti Masrifah atas keteledoran Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam peristiwa ledakan pabrik kembang api tersebut. "Kalau peruntukannya 10 orang pekerja setelah bekerja ada 103 harusnya Pemda tahu hal hal seperti itu," kata Masrifah.

Masrifah pun meminta Bupati Tangerang jajaran dibawahnya, khususnya melakukan pengawasan kepada pabrik-pabrik di wilayahnya  "Pak Bupati, fungsi pengawasan harus ditekankan kembali. Kalau Disnaker perpanjangan tangan Bapak ya harus ditekan," jelas dia.

Ia juga menyoroti soal pembagian kerjasama pengawasan antara pemerintah pusat dan daerah agar tidak saling tumpang tindih. "Sekali lagi tingkatkan koordinasi. Jangan karena otonomi daerah, pemerintah pusat jadi lepas tangan. Harus diawasi semua," ungkap Masrifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement