Selasa 31 Oct 2017 12:46 WIB

Memberdayakan 'Pribumi'

Memberi untuk Pemberdayaan (Ilustrasi)
Foto:

Berkaca dari kebijakan Khalifah Umar, rakyat yang telah sejahtera sekalipun harus tetap mengejar penguasaan pasar untuk menjaga kemandirian ekonomi, terlebih pada kondisi negara atau wilayah yang dalam tahap pembangunan yang membutuhkan daya dan semangat lebih besar untuk terus produktif dan menguasai pasar di dalam perekonomian.

Pada sisi lain, ajakan untuk memberdayakan 'pribumi' di dalam suatu negeri pada dasarnya adalah suatu tamparan bagi para 'pribumi' tersebut. Apakah selama ini 'pribumi' belum berdaya di negerinya sendiri? Apakah 'pribumi' telah menjadi aktor utama nan produktif dalam perekonomian negaranya? Apakah 'pribumi' telah mampu menjadi produsen dan pemain pasar atau hanya menjadi konsumen dan target pemasaran bagi penguasa pasar saat ini? Pertanyaan-pertanyaan ini harus mampu dijawab oleh rakyat negeri itu.

Rakyat Indonesia sebagai penerus perjuangan kemerdekaan para pendiri bangsa akan menyadari bahwa dengan sendirinya, bahwa seruan agar 'pribumi' ditujukan bagi setiap komponen bangsa Indonesia. Sebagai bangsa di dalam negara yang menganut asas 'kesatuan', maka tidaklah layak mempersoalkan seruan dan istilah.

Hal yang lebih utama ialah menjawab pertanyaan-pertanyaan dan melakukan aksi nyata untuk menjadikan rakyat Indonesia, dari beragam etnis, agama, dan suku bangsa untuk bersatu sebagai 'pribumi Indonesia' dan tuan di negeri sendiri. Justru menjadi miris bila bangsa Indonesia secara ekonomi hanya penonton di negerinya sendiri pascakemerdekaan

Terlebih, pada era globalisasi saat ini, tantangan peradaban yang dihadapi Indonesia sangat besar. Ancaman disintegrasi bangsa yang meruncing saat ini adalah tantangan di tengah iklim persaingan global yang semakin ketat.

Adanya perubahan-perubahan global, seperti Komunitas Ekonomi ASEAN, digitalisasi ekonomi dan keuangan di dalam kerangka Industri Revolusi ke-4, yakni digitalisasi pada semua lini kehidupan, serta perlambatan ekonomi dunia menjadikan perlu adanya inovasi yang berkelanjutan agar bangsa Indonesia dapat terus menjalankan pembangunan ekonomi yang optimal dan berdaya saing.

Ancaman kemandegan proyek infrastruktur di tengah perlambatan ekonomi global, potensi penurunan daya beli masyarakat, dan pembengkakan utang serta anggaran negara adalah isu-isu makroekonomi yang harus dicari solusi segera. Ini agar jangan sampai peningkatan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan kesejahteraan terjadi, dan menghambat percepatan ekonomi Indonesia.

Belajar dari kisah pada masa Khalifah Umar di atas, kesejahteraan yang dicapai suatu bangsa jangan sampai melalaikan bangsa tersebut untuk tetap berdaya saing agar pasar di negaranya tetap dikuasai bangsa tersebut. Tentu tetap dengan menghormati bangsa lain yang juga berkompetisi dengan adil dan jujur.

Apabila demikian adanya, bangsa Indonesia sebagai yang masih terus dalam proses pembangunan jangan sampai terjebak pada retorika dan perdebatan yang melelahkan nan tidak produktif. Justru bangsa Indonesia sebagai 'pribumi' di bumi nusantara harus berpikir jernih dan inovatif untuk mendorong produktivitas dan solusi atas permasalahan yang terjadi, sehinga kesejahteraan rakyat yang diimpikan dapat diraih bangsa Indonesia, sesuai dengan tujuan dari bangsa ini, yakni mewujudukan suatu “Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement