Selasa 31 Oct 2017 06:19 WIB

SBY Minta Penerapan UU Ormas Ditunda

Rep: Umar Mukhtar, Fauziah Mursid/ Red: Elba Damhuri
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan dan pengurus Partai Demokrat memberikan pengantar sebelum melakukan rapat terkait revisi UU Ormas di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (30/10).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan dan pengurus Partai Demokrat memberikan pengantar sebelum melakukan rapat terkait revisi UU Ormas di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (30/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono kembali angkat bicara soal perlunya revisi UU Ormas yang baru saja disahkan DPR. SBY, sapaan Yudhoyono, mendesak agar beleid tersebut ditunda pelaksanaannya sehubungan masih mengandung pasal-pasal inkonstitusional.

"Kalau langsung diberlakukan sebagai UU dan tanpa dilakukan revisi perbaikan dan penyempurnaan, paradigma dan substansi UU tersebut ada yang tidak tepat, tidak adil, dan tidak sesuai jiwa konstitusi kita, UUD 1945. Meskipun substansi sebagian perppu tepat dan memang diperlukan," ujar SBY saat pidato di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (30/10).

Ia mengatakan, adalah hak negara mengatur apa yang boleh atau tak boleh dilakukan ormas-ormas di Indonesia. Kendati demikian, aturan itu juga harus diterapkan secara relevan dan kontekstual.

Sementara dalam UU Ormas, menurut SBY, ada sejumlah hal yang bertentangan dengan konstitusi dan prinsip hukum di Indonesia. "Tidak boleh dalam menetapkan ormas A atau ormas B bertentangan dengan Pancasila secara sepihak, apalagi kalau sifatnya politis bukan hukum atau legal," kata SBY merujuk aturan dalam UU Ormas yang menghilangkan pertimbangan pengadilan terkait sanksi ormas.

Ia juga mengkritisi tingkat ancaman hukuman dan siapa yang patut menerima hukuman tersebut dalam UU Ormas. SBY meminta agar saksi atau hukuman itu tidak boleh melampaui batas dan tidak adil seperti yang tercantum dalam UU Ormas saat ini.

Dalam UU Ormas disebutkan, sanksi maksimal terhadap ormas yang dinilai melanggar bisa mencapai hukuman penjara seumur hidup. Selain itu, sanksi juga tak dibatasi terhadap pengurus-pengurus ormas, tapi juga para anggotanya. "Kalau ancaman hukuman seumur hidup, bayangkan, dia tidak tahu-menahu menjadi anggota, tapi tiba-tiba di penjara seumur. Ini tentu sangat tidak adil," kata presiden ke-6 RI tersebut.

Partai Demokrat juga berpendapat, pembubaran ormas tetap membutuhkan proses hukum yang akuntabel. Jika proses hukum dianggap terlalu lama sehingga ditiadakan dalam UU Ormas saat ini, menurut SBY, dalam revisi nanti bisa diefektifkan waktunya. "Bisa dipercepat waktunya tapi tak boleh hilangkan akuntabilitas penegak hukumnya," katanya.

Terkait pandangan itu, Partai Demokrat melakukan finalisasi usulan revisi UU Ormas yang disetujui DPR pada Selasa (24/10).

Proses finalisasi tersebut dilakukan di rapat internal DPP Partai Demokrat bersama Fraksi Partai Demokrat yang dipimpin langsung ketua umum Partai Demokrat, kemarin.

Menurut dia, usulan revisi versi Demokrat sudah dalam posisi pungkas 90 persen. SBY melanjutkan, nantinya setelah usulan revisi dituntaskan akan diserahkan kepada pemerintah dan DPR. "Insyaallah satu dua jam mendatang akan kita tuntaskan, dan insyaallah hari ini juga atau paling lambat besok pagi usulan resmi PD atas revisi UU Ormas akan kami sampaikan kepada pemerintah dan DPR," kata SBY.

Ia menegaskan, rapat internal kemarin juga sebagai tindak lanjut dari pertemuan SBY dengan Presiden Joko Widodo pada Jumat (27/10) lalu. SBY menegaskan sikap fraksi Partai Demokrat yang ikut menyetujui Perppu Ormas dengan catatan segera direvisi setelah diundangkan.

Karena itu, Demokrat melakukan lobi ke pemerintah untuk mendapatkan jaminan dilakukan revisi atas UU tersebut. “Presiden Jokowi menjawab dengan jelas kepada saya waktu itu bahwa pemerintah bersedia untuk dilakukan revisi,\" kata SBY mengungkapkan.

Berbicara di tempat terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah akan menyiapkan konsep revisi terhadap Perppu Nomor 2/2017 yang telah disahkan menjadi undang-undang. Menurut dia, revisi tersebut akan dilakukan secara terbuka.

"Jadi (revisi) secara terbuka sebagaimana arahan dan pernyataan Presiden," ujar Tjahjo di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (30/10). Tjahjo melanjutkan, konsep revisi Perppu Ormas dari pemerintah dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Namun, dia belum mau menyampaikan pokok-pokok revisi yang dimaksud. ”Mungkin Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum-HAM) juga ada konsepnya, kemudian dari kepolisian mungkin ada, di Polhukam juga mungkin ada. Nanti akan kami bahas dan akan kami koordinasikan dengan semua fraksi-fraksi di DPR," katanya.

Tjahjo menegaskan, meski pemerintah dan DPR sama-sama menyiapkan konsep revisi, perubahannya akan bersifat terbatas. Paham-paham anti-Pancasila, yang ingin mengubah ideologi bangsa dan ajaran yang bertentangan dengan UUD 1945 tetap bersifat prinsip.

"Apa pun yang berkaitan dengan Komunisme, Ateisme, Marxisme, dan Leninisme termasuk ajaran yang dilarang. Dengan perppu ini, setidaknya karena di UUD hanya disebutkan empat paham tadi yang dilarang maka yang lain-lain yang diindikasikan mengubah ideologi Pancasila itu, ya harus dilarang," kata dia.

Di tempat terpisah, Tjahjo Kumolo juga mengatakan, tidak ada rencana pembubaran ormas sebelum dikeluarkan draf revisi UU Ormas paling lambat pada awal 2018. Pemerintah juga akan berupaya tak melakukan pembubaran pada tahun politik sepanjang 2018-2019.

“Saya jamin enggak kecuali ada ormas yang makar, menyimpang dengan ideologi lain," kata Tjahjo di Kantor Kemenko Polhukam, kemarin. Menurut dia, tahun politik berkaitan konsolidasi demokrasi, memilih anggota DPR, kepala daerah, ataupun Presiden dan tidak ada hubungannya dengan ormas.

(Dian Erika Nugraheny/Santi Sopia, Editor: Fitriyan Zamzami)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement